Mancaji Tau Tongeng bagi Makkunrai

  • Bagikan

Bagi pandangan hidup orang Bugis "pabbaresseng" pantang kosong sama sekali, yang terbiasa membiarkan pemberasannya kosong sama sekali (walaupun hanya segenggam), pertanda ia atau perempuan semacam itu tidak dapat menjadi seorang pendamping suami, ia tidak akan sampai mencapai tingkat "IMATTARO" (si penyimpan). Sedangkan kita telah mengetahui, bahwa seorang laki-laki yang telah menjadi seorang suami dan telah mampu berfungsi sebagai "LA MASSAPPA" perlu didampingi seorang istri yang berfungsi sebagai "IMATTARO".

Itulah sebabnya tata krama dalam kehidupan berumah tangga bagi orang Bugis, suaminya itu dijuluki "PASSAPPA'NA" (pencarinya atau pengusahanya) dan istrinya itu dijuluki "PATTARONA" (penyimpannya).
Jadi seorang suami yang tak mampu berfungsi sebagai "LAMASSAPPA", ia dipandang sebagai "worowane cinna mate" (laki-laki yang rapuh, mudah putus asa dan sulit berperan aktif sebagai si pencari). Sedangkan seseorang istri yang tak mampu berfungsi sebagai "IMATTARO", ia dipandang sebagai "baka sebbo" (keranjang bobol, maksudnya sulit berperan sebagai penyimpan yang hemat).

Dengan demikian, secara tegas orang tua-tua Bugis sejak dari dahulu senantiasa berpesan kepada anak cucunya agar jangan ada yang bersifat "worowane cinna mate" dan jangan ada makkunrai bersifat "baka sebbo", karena kedua jenis sifat itu sungguh tidak dapat mendatangkan kebahagian dalam hidup berkeluarga. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan