Untuk membuktikan pernyataannya, Ilham mengumpulkan berbagaifakta sosial yang telah lama ia amati di Parepare, seperti faktaice bubble, warkop, dan batu akik yang sempat populer lalu tiba-tiba meredup.
Gugatan kedua bertalian dengan unsur kedua ada pada esai “Wali Kota, Matilah!” cukup membuat telinga merah bagi yang sedang atau pernah menduduki jabatan strategis di pemerintahan.Padaesai ini, saya mengajak Anda menebak sebuah pertanyaan penting: pekerjaan apakah yang temasuk jenis kerja rendahan yang diingini oleh banyak orang? Coba pikir baik-baik jawabannya setelah membaca esai ini. Ilham memberi kita kisi-kisi jawaban atas pertanyaan penting tersebut: baliho, stiker, dan kaos. Bagi Ilham, kita ingin dengar gagasan, bukan menampung sampah.
Ilhamyang selayaknya seorang puritan, memberi pesan kepada calon pekerja rendahan dengan kata kunci utama: mati. Pesan Ilham, “sebab, seorang wali kota yang baik harus belajar mati sebelum ia menjabat. Dan mati tepat saat namanya terpilih sebagai pemegang amanah masyarakat.”
Gugatan ketiga yang bertalian dengan unsur ketiga dapat ditemukan dalam esai “Catatan Pendek tentang Film Pendek Makka”. Sebagian esai ini menceritakan kisah film pendek yang diberi judul “Makka: Sengereng Na I Sukkang Dg. Tommi” yang berlatar peristiwa kekejaman Westerling dan pasukannya di Parepare. Separuhnya lagiberupa ulasan seputar bagaimana film pendek ini kemudian tayang di Gedung Pemuda Kota Parepare yang mampu menampung 1.500 orang.
Daya tampung 1.500 orang membuat gedung ini layak dipakai pada masa pandemi, agar memudahkanphysical distancing dengan pertimbangan1/3jumlah kepala yang akan mengisi ruangan. Imbauan pemerintah setempat:penonton mesti dibatasi! Panitia akhirnya menyediakan tiket untuk 500 orang pengunjung saja. Tiket terjual habis.Jumlah yang sangat besar untuk sebuah pertunjukan di Parepare.