Baginya, pengurusan tersebut paling tidak memakan dana Rp300rb untuk transportasi bolak-balik dan makan di sana. Mengingat jarak tempuh yang jauh, dan durasi perjalanan yang lama. Sampai di Dukcapil pun pengurusan belum tentu lancar, kalau semisal ada kendala, ia butuh tambahan budget dan kembali meninggalkan santrinya. Asri tidak berani mengambil risiko itu karena bagi ia dan santrinya, uang tersebut bisa untuk makan beberapa hari ke depan.
Terganjal Persyaratan Administrasi
Lain lagi cerita dari Panti Asuhan Al-Qadri. Panti ini terbilang dekat dari pusat Kota Maros. Lama perjalanan sekitar 20 menit. Al-Qadri menampung 25 anak yang masih kecil-kecil. Paling tua usia 15 tahun, dan paling bungsu belum genap 3 tahun. Sepuluh di antara 24 anak ini belum memiliki akta kelahiran.
Ya, mungkin dari segi lokasi Al-Qadri dekat untuk mengurus akta kelahiran bagi 10 anak asuh mereka. Namun rupanya tak semudah itu. Pengasuh Panti, Sunarsih, menuturkan pernah sekali ia mencoba mengurus akta tersebut, namun ada syarat berupa surat pindah dan surat nikah, ia mengaku tak punya itu. Untuk salah satu anak yang berasal dari Mamasa, Sulawesi Barat bahkan dibutuhkan surat keterangan pindah. "Itu tidak bisa kami penuhi, " ucapnya sembari menambahkan bahwa semua juga butuh dana, sedang untuk makan dan tempat tinggal mereka saja masih butuh dana.
“Yang bikin bingung itu, anak ditemukan di depan panti ketika masih bayi tanpa identitas. Sementara pihak kependudukan dan pencatatan sipil meminta surat nikah orang tua si bayi. Yang lain, ada anak dari luar daerah diminta surat pindahnya sedangkan kita tidak tahu mengenai keluarga anak tersebut,” jelas Sunarsi saat ditemui FAJAR, dua pekan lalu.