FAJAR.CO.ID, SURABAYA -- Tongkat komando Polda Jatim resmi berpindah ke Irjen Toni Harmanto sejak Jumat (14/10) lalu. Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim KH Marzuki Mustamar pun turut memberikan pesan khusus kepada jenderal bintang dua kelahiran Jakarta, 5 Oktober 1965, tersebut.
“Soal pergantian kepemimpinan di Polda Jatim, kami sebagai pribadi dan juga sebagai NU mempersilakan, mempercayakan kebijakan-kebijakan di Polri dan lembaga-lembaga negara lainnya, kami serahkan kepada mereka,’’ kata Kiai Marzuki, dalam keterangannya, Selasa (18/10).
Dia meyakin Polri telah mengambil keputusan yang terbaik. Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Sabilurrosyad, Gasek, Malang, itu mengatakan, di NU ada banyak tokoh dan ulama. Termasuk di Jatim. Karena itu, Kiai Marzuki meyakini pasti ada satu atau dua kiai yang dimintai pendapat oleh Polri sebelum melakukan pergantian atau mutasi di jajarannya.
“Sehingga kami menerima dan mempercayakan urusan itu kepada masing-masing instansi. Kami belum tahu dan belum berdialog. Karenanya, belum tahu visi dan misinya,’’ papar Kiai Marzuki. Kalau nanti sudah berkunjung ke PWNU Jatim dan menyampaikan, lalu ada hal-hal yang terlewat dari kebijakannya maka pihaknya siap mengingatkan.
Utamakan Kemanusiaan dalam Tragedi Kanjuruhan
PWNU Jatim juga memberi imbauan khusus tentang Tragedi Kanjuruhan. “Kami pada prinsipnya sama dengan kalangan yang lain. Seperti sudah kami sebarkan lewat video itu, satu utamakan masalah kemanusiaan,’’ tegas Kiai Marzuki.
Dia berharap, siapapun untuk tidak memanaskan suasana dari pihak manapun. Beri kesempatan setenang-tenangnya bagi para tenaga kesehatan. Khususnya untuk ikhtiar maksimal menyembuhkan para korban. Termasuk pedagang asongan yang juga menjadi korban.
‘’Kami mohon ke Pemprov Jatim, ke Bu Gubernur, sama ke Pemkot Malang dan Pemkab Malang, supaya itu segera didata, segera diberi ganti rugi,’’ pintanya.
Para pedagang asongan itu juga perlu mendapat perhatian. Sebab, mereka bisa masuk stadion dan berjualan, tentunya juga membayar tiket. Ternyata, ada insiden itu hingga buyar. “Mohon yang diberikan ganti rugi bukan hanya korban, bukan hanya yang sakit dan meninggal, tapi ini pedagang asongan juga diganti,” ungkapnya.
Masalah-masalah kemanusiaan seperti itu, lanjut Kiai Marzuki, mesti didata dan dituntaskan. Termasuk, misalnya, kalau korban meninggalkan yatim-piatu. Nah, anak bersangkutan itu mau dikemanakan. ‘’Kami di NU siap menerima. Menerima sekadar diamanati, lalu biaya full ditanggung pemerintah, kami siap,’’ ungkapnya.
Bahkan, Kiai Marzuki sendiri siap menerima. ‘’Mereka yang telah ditinggal meninggal, bapak dan ibunya menjadi korban, andai tidak ada subsidi atau backup dana dari manapun, pondok kami siap,” tegasnya.
Setelah masalah kemanusiaan dituntaskan, korban yang sakit sudah sembuh, para pedagang asongan sudah diberi ganti agar bisa berjualan lagi, anak-anak yatim sudah diberikan solusi, maka barulah penegakan hukum. “Saya ingin semua clear, biar nggak menyisakan masalah, yang itu menjadi dendam dan nggak habis-habis sampai kapanpun,’’ ujarnya.
Pada proses penegakan hukum, juga tidak boleh ada tebang pilih. Dari pihak manapun. Mungkin dari pihak panpel, manajemen, pihak keamanan, dan mungkin dari pihak aparat. Dengan demikian, ada kepastian hukum. Menurut Kiai Marzuki, hal itu penting. Jangan sampai Indonesia tidak dipercaya dunia.
‘’Sepak bola kita nggak dipercaya, wasit juga nggak dipercaya, manajemen kita nggak dipercaya, atau pemain kita yang bagus-bagus mungkin juga nggak dipercaya, untuk bisa main di Malaysia, Singapura, Thailand atau di mana-mana. Jadi, kami ingin clear agar Indonesia dipercaya,’’ pungkasnya. (jpg/fajar)