Dampak Kenaikan Harga BBM, Faisal Rachman Bilang akan Terasa hingga Semester I 2023

  • Bagikan
Ilustrasi penjualan BBM di SPBU Pertamina (Istimewa)

Makanya perlu ada perhitungan ulang. Antara lain, inflasi. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah sepakat bahwa inflasi tahun depan berada di kisaran 3,3 persen sampai 3,6 persen secara tahunan. Namun, Bhima menilai, inflasi bisa lebih di 2023. Yakni di kisaran 5,5 persen hingga 6 persen secara year-on-year (YoY).

“Masih ada efek dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan ancaman krisis pangan yang berpotensi meningkatkan inflasi di 2023,” ucap Bhima.

Lalu, soal nilai tukar rupiah. Yang asumsinya akan bergerak di kisaran Rp 14.750 sampai Rp 14.800 per USD. Padahal, belakangan nilai tukar rupiah terdepresiasi. Bhima memperkirakan rupiah akan bergerak di sekitar Rp 15.600 hingga Rp 16 ribu per USD.

Selain itu, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) juga perlu diubah. Dari yang ditetapkan USD 90 per barel menjadi di kisaran USD 60 sampai USD 70 per barel.

“Harga ICP bisa lebih rendah di tahun depan. Resesi global akan menurunkan permintaan bahan baku. Sehingga kebutuhan minyak pun akan melambat,” ungkap lulusan University Of Bradford itu.

Bhima menyangsikan realisasi investasi bisa mencapai Rp 1.000 triliun di 2023. Sebab, sudah memasuki musim tahun politik. Jelang 2024. Para investor biasanya justru wait and see untuk melakukan ekspansi. Karena stabilitas politik menjadi saah satu pertimbang penting.

Meski demikian, tahun-tahun politik berpotensi mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ditopang oleh konsumsi domestik. Sejalan dengan gelaran kampanye menuju pemilu 2024.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan