FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) wajib diberlakukan pada 2025. ISPO dapat menjadi tameng kampanye negatif Eropa.
Selama ini Eropa mendiskriminasi produk sawit asal Indonesia dan turunannya. Alasannya, lahan perkebunan sawit dihasilkan dengan cara merusak lingkungan. Namun serangan Eropa tersebut mendapat perlawanan.
Sejak akhir Januari 2020 lalu, pemerintah Indonesia melakukan gugatan terhadap Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Jika ISPO sudah diterapkan, setidaknya kampanye negatif Eropa dapat diredam.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sulsel Badaruddin Puang Sabang, bertutur bahwa sertifikat ISPO akan membuat sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit layak ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan.
"Kami akan dampingi petani agar mendapat sertifikat ISPO," ujar Badaruddin, Jumat, 6 Januari.
Badaruddin menambahkan, masih ada waktu dua tahun ke depan untuk mendampingi petani. Menurutnya, ISPO wajib diberlakukan untuk mendorong petani memperoleh sertifikasi perkebunan
kelapa sawit berkelanjutan.
Luas areal dan produksi kelapa sawit terus meningkat. Di Sulsel, lahan perkebunan rakyat mendominasi. Luas lahan mencapai 33.941 hektare. Produksi crude palm oil (CPO) mencapai 88.687 ton.
Sementara perkebunan negara hanya mengelola 13.595 ha lahan sawit dengan produksi 5.324 ton. Kemudian perkebunan swasta seluas 3.222 ha dengan produksi 3.626 ton.
"Perkebunan rakyat mendominasi sehingga harus diperjuangkan," ucap pria kelahiran Enrekang ini.