FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Bagi sebagian masyarakat Indonesia menangkap cacing merupakan hal yang lumrah.
Selain sebagai makanan hewan peliharaan, cacing juga dipercaya memiliki banyak manfaat. Hampir setiap hari kita bisa menemukan cacing di sekeliling kita.
Masyarakat Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat memiliki tradisi unik setiap tahunnya. Setiap tanggal 20 bulan 10 penanggalan Suku Sasak atau sekitar bulan Februari dan Maret ribuan masyarakat Lombok merayakan tradisi Bau Nyale.
Bau Nyale terdiri dari 2 suku kata ‘Bau’ yang berarti berburu atau menangkap dan ‘Nyale’ artinya cacing laut. Jadi, saat waktunya tiba masyarakat Lombok berkumpul di Pantai Seger untuk berburu nyale.
Tradisi ini merupakan tradisi turun menurun dan dipercaya dapat memberikan keberkahan bagi masyarakat Lombok. Bahkan mereka rela menginap di pantai demi mendapatkan cacing-cacing tersebut.

Hal ini terlihat pasca puncak tradisi Bau Nyale, Sabtu (11/2/2023). Sejak pukul 03.00 WITA para pemburu cacing laut sudah berkumpul di Pantai Mandalika.
Dari kalangan anak-anak hingga para orang tua telah mempersiapkan berbagai perlengkapan sederhana seperti jaring, lampu senter, dan ember. Tidak sedikit juga wisatawan nusantara maupun mancanegara yang ikut memeriahkan festival tahunan tersebut.
Menurut mitos dan kepercayaan masyarakat Pulau Lombok, nyale dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika yang cantik. Ia berkorban menceburkan diri ke laut pantai selatan.
Ia tidak ingin terjadi pertumpahan darah di antara para pangeran kerajaan di Lombok, yang waktu itu memperebutkan dirinya.