Bacaan kritis terhadap hadis tersebut dengan mempertimbangkan aspek sanad hadis, faktor historis, kondisi sosio antropologis masyarakat Arab dan kondisi kematangan jiwa ‘Aisyah, serta aspek tarikh tasyri’, maka dapat dipahami bila Islam tidak menganjurkan perkawinan anak.
Pertama, aspek sanad hadis. Terhadap hadis ‘Aisyah yang diriwayatkan Bukhari tentang pernikahan ‘Aisyah tersebut di atas telah dilakukan kritik hadis. Riwayat hadis tentang usia ’Aisyah ra. ketika melakukan pernikahan tersebut di atas hanya berasal dari Hisyam bin ’Urwah sehingga hanya Hisyam sendirilah yang menceritakan umur ‘Aisyah saat dinikahi Nabi, tidak oleh Abu Hurairah atau Anas bin Malik.
Hisyam pun baru meriwayatkan hadis ini pada saat di Irak ketika usianya memasuki 71 tahun. Ya’qub bin Syaibah mengatakan tentang Hisyam, ”apa yang dituturkan Hisyam sangat terpercaya, kecuali yang diceritakannya saat ia menetap di Irak”. Syaibah menambahkan bahwa Malik bin Anas menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan ke penduduk Irak. Menurut para ahli bahwa tatkala usia Hisyam sudah lanjut, ingatannya sangat menurun. Dengan demikian riwayat yang menyebutkan usia pernikahan ‘Aisyah ra. yang bersumber dari Hisyam bin ’Urwah patut dikritisi pula.
Kedua, aspek historis. Usia pernikahan ’Aisyah perlu dilihat dari sisi historis. Menurut Ath-Thabari, keempat putra Abu Bakar As-Siddiq dilahirkan istrinya pada masa Jahiliyah, artinya mereka -termasuk Aisyah- dilahirkan sebelum tahun 610 M.
Jika Aisyah dinikahkan saat usia 6 tahun, maka lahir pada tahun 613 padahal semua putra Abu bakar lahir sebelum tahun 610 M. Dengan merujuk Ath-Thabari, ‘Aisyah tidak dilahirkan pada tahun 613 melainkan sebelum 610. Jika ‘Aisyah dinikahkan sebelum tahun 610 M, maka beliau dinikahkan pada usia di atas 10 tahun dan hidup sebagai istri serumah dengan Nabi pada usia di atas 13 tahun.