Nasib Pendidikan Anak di Pesisir Makassar; Menanggung Derita Penambangan Pasir dan Alpanya Pemerintah

  • Bagikan
Tiga siswa SMA Citra Bangsa, Kodingareng saat memasuki gerbang sekolah (Foto: Arya/Fajar)
Tiga siswa SMA Citra Bangsa, Kodingareng saat memasuki gerbang sekolah (Foto: Arya/Fajar)

“Alhamdulillah tidak pernah utang. Tidak pernah juga jual perhiasan. Kalau yang lain (warga) itu ada,” kata mahir. 

Jerih payah berlayar hingga ke Selayar itu yang membuat Jannah masih sekolah hingga saat ini. Jannah, kini bisa terus lari mengejar cita-citanya menjadi guru.

Namun, anak-anak lain di Pulau Kodingareng tak seberuntung perempuan 16 tahun itu.

Teman-teman Jannah, ada yang iuran sekolahnya menunggak sembilan bulan dan mesti putus sekolah. Ada yang menggadaikan barang-barangnya demi tetap bersekolah. Ada pula orang tua yang sedari awal enggan memasukkan anaknya SMA karena tidak ingin rugi waktu jika putus di tengah jalan.

Anak usia sekolah yang tak sekolah di Pulau Kodingareng biasanya segera dinikahkan jika perempuan. Yang laki-laki pergi melaut atau merantau ke luar pulau.

Itu dialami anak-anak Suriani. Lima anaknya putus sekolah karena persoalan ekonomi. Anak pertamanya, Sumarni, 22 tahun, putus sekolah saat kelas 2 SMA, kini Sumarni telah menikah dan memiliki satu anak. Anak keduanya, Supardi, 20 tahun, bahkan tidak tamat SD, sejak kecil ikut dengan bapaknya melaut mencari ikan.

Lalu anak ketiganya, Andriani, 19 tahun, dan anak keempat, Andriati, juga 19 tahun, sekolahnya sama-sama kandas di kelas 4 SD. Andriani telah menikah, sementara Andriati, jika ada yang melamar, Suriani mengaku keluarganya akan senang hati menerima.

Terakhir, anak bungsu Suriani, Riswandi, pada akhir 2023 pun putus sekolah di kelas 4 SD. Anak laki-laki yang masih berumur 10 tahun itu saat ini ikut dengan bapaknya melaut. 

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan