“Yang seperti itu jitu meningkatkan kepercayaan masyarakat dari waktu ke waktu, sekaligus untuk membentengi konsumen dari pengaruh influencer yang melacurkan diri sebagai tukang jagal kompetitor,” kata Safaruddin.
Pandangan senada datang dari Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya, Algooth Putranto. Menurutnya, isu kandungan Bromat pada air kemasan bermerek tak lebih dari isapan jempol yang semata bertujuan merusak reputasi dan pasar Le Minerale.
"Isu tersebut adalah hoax, jelas merupakan black campaign, fitnah yang melebihi kampanye negatif yang hanya menyoroti sisi negatif suatu produk," katanya menyarankan Le Minerale melaporkan pembuat video hoaks ke polisi. "Bilapun nanti terjadi kontaminasi Bromat yang melebihi ambang batas aman, yang paling berhak bersuara adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan selaku otoritas tertinggi keamanan dan mutu pangan, bukan influencer yang tak jelas asal usulnya."
Lebih jauh, Algooth menengarai kemunculan video hoaks Bromat bagian dari strategi kompetitor Le Minerale berkelit dari isu.
“Dengan menghembuskan isu Bromat, tentunya dengan meminjam tangan influencer, ada kompetitor Le Minerale yang leluasa mengalihkan perhatian publik dari isu dari yang menderanya, semisal isu dukungan terhadap Israel atau risiko senyawa kimia berbahaya Bisfenol A (BPA) pada kemasannya,” katanya enggan menyebut siapa kompetitor Le Minerale.
Sikap Badan Perlindungan Konsumen
Sekaitan itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia, Muhammad Mufti Mubarok, mewanti-wanti pemengaruh untuk berhati-hati dalam memberikan pernyataan terkait barang ataupun jasa milik pelaku usaha jika ingin terhidar dari masalah hukum.