Delapan Perda Hambat Indeks Demokrasi di Sulsel

  • Bagikan
TEGAKKAN PANCASILA. BPS Sulsel bersama Badan Kesbangpol Sulsel menggelar FGD IDI 2023 di Kantor Kesbangpol Sulsel, Kamis, 14 Maret 2024.(MUH MUCHTASIM/FAJAR)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Sulawesi Selatan belum memuaskan. Delapan peraturan daerah (Perda) menghambat peningkatannya.

IDI merupakan ukuran untuk memotret kualitas perilaku demokrasi pemerintah dan masyarakat di sebuah wilayah.

Di mana data yang digunakan adalah riil dan memiliki bukti fisik atau dokumen, bukan melalui argumen atau pendapat ahli.

Berdasarkan data yang dipaparkan, IDI Sulsel masih belum memuaskan. Berada di kategori sedang, dengan indeks 80,09. Angka itu didapatkan dari tiga aspek penilaian, aspek kebebasan 83,39, aspek kesetaraan 86,09, dan kapasitas lembaga demokrasi yang rendah di angka 69,66.

Dalam salah satu paparan pada satu indikator, ada delapan produk hukum Pemda di Sulsel yang dianggap melanggar kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi, berpendapat, dan berkeyakinan.

Diantaranya Perda Kabupaten Maros Nomor 4 Tahun 2015 tentang pelaksanaan Pilkades serentak yang mencantumkan syarat pemilihan Kepala Desa salah satunya harus bisa baca Al-Qur'an. Lalu, Perda Kabupaten Bulukumba Nomor 6 Tahun 2003 tentang pandai baca Al-Qur'an bagi siswa dan calon pengantin dalam Kabupaten Bulukumba.

Lainnya ialah Perda Kabupaten Maros Nomor 15 dan 16 Tahun 2005, Perda Kabupaten Bulukumba Nomor 5 Tahun 2003, Perda Kabupaten Enrekang Nomor 5 dan 6 Tahun 2005, dan Perda Kota Makassar Nomor 1 Tahun 2012.

Kedelapan Perda tersebut dianggap bertentangan dengan nilai aspek kebebasan. Yaitu aspek kebebasan mengukur proses sektor-sektor atau kelompok yang beragam dapat mandiri, otonom, sehingga mampu menetapkan kepentingan sendiri. Mulai dari kebebasan politik, ekonomi, dan sosial.

Perancang Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum Setda Sulsel, Anwar Ali mengatakan, Pemprov akan menindaklanjuti hal tersebut. Norma-norma yang dipertentangkan akan kembali dibahas dengan Biro Hukum Pemda setempat.

"Misalkan ada pemilihan Pilkades dipersyaratkan baca tulis (Al-Qur'an). Sedangkan kalau calon kepala desanya dari non-muslim itu kan ada diskriminatif," ujar Anwar dalam Forum Group Discussion (FGD) IDI 2023 TA 2024 yang digelar oleh Badan Pusat Statistik Sulsel bersama Badan Kesbangpol Sulsel di Kantor Kesbangpol Sulsel, Kamis, 14 Maret.

Menurutnya, ada dua jalan untuk menyikapi delapan Perda tersebut. Yang pertama adalah diubah, yang kedua dicabut. Namun, hal tersebut akan dikaji terlebih dahulu. Utamanya harus mengakomodasi norma-norma yang tidak bertentangan dengan IDI.

Dalam kajian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), masih ada 80 persen produk hukum yang tidak relevan dengan indikator nilai-nilai Pancasila.

"Adanya penguatan peraturan BPIP Nomor 4 Tahun 2022 sebagaimana arahan Presiden juga untuk setiap pembentukan produk hukum daerah harus ada indikator 24 nilai Pancasila yang terkandung dalam muatannya," bebernya.

Perwakilan BPS Sulsel, Papintana mengungkapkan, ada hal lain yang menghambat upaya peningkatan IDI tersebut. Yakni laporan terkait presentase Perda yang disahkan terhadap target Propemperda Provinsi Sulsel, sehingga data yang diperlukan untuk kinerja lembaga legislatif menjadi kosong.

Begitu juga dengan indikator Partisipasi Masyarakat dalam Mempengaruhi Kebijakan Publik melalui Lembaga Perwakilan. Jumlah hearing, audiensi, dan berbagai forum (RDP umum, seminar, uji publik, dan sosialisasi) di DPRD yang melibatkan masyarakat datanya tidak masuk.

Ia mengaku, sudah seringkali bersurat kepada Sekretariat DPRD Sulsel untuk data tersebut namun belum digubris. Padahal, menurutnya, itu bisa mendongkrak capaian IDI Sulsel.

Selain itu, juga terkait data Pendidikan Politik yang wajib dilaporkan Parpol ke Kesbangpol, dari seluruh pemilik kursi di DPRD Sulsel. Namun, hanya dua yang menyetir, yakni Nasdem dan Gerindra.

"Seandainya itu ada, bisa mengangkat IDI kita di Sulsel. Saya tidak tahu kenapa akan rumit mendapatkan data, padahal kan sebenarnya data terbuka, untuk umum," ungkapnya.

Menurutnya, data tersebut berpengaruh besar pada penilaian IDI. Sebab, sangat berhubungan dengan aktivitas demokrasi, melibatkan legislatif dengan masyarakat.

Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Badan Kesbangpol Sulsel Rio Perdana mengatakan, akan menindaklanjuti keluhan BPS dalam penilaian IDI tersebut. Ia mengutarakan, terhambatnya data yang disetor ke BPS karena unit kerja dan lembaga yang bersangkutan, disibukkan dengan aktivitas Pemilu serentak kemarin.

"IDI ini menandakan apa yang harus kita ukur, berhubungan dengan perencanaan, angka yang harus kita ukur," tandasnya. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan