Diketahui bahwa sampai dengan sekarang sudah ada 8 (delapan) orang Masyarakat yang ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan secara sewenang-wenang oleh Polda Banten dengan rincian 2 laki-laki dewasa atas nama Samsul Ma’arif dan Cecep, 1 perempuan atas nama Hj. Yayat dan 5 santri yang berstatus anak-anak berinisial DP, F, U, FR dan S.
Saat ini kedelapan Masyarakat dan Santri (anak) ditahan di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Banten oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Subdit III Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras).
Berdasarkan informasi kedelapan Masyarakat dan Santri (anak) yang dilakukan penangkapan dan penahanan dituduh melakukan tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama sama sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP Jo. Pasal 55 KUHP.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, sampai dengan sekarang Polda Banten tidak membuka akses bantuan hukum atau pendampingan oleh Pengacara terhadap semua Masyarakat yang ditangkap ataupun didampingi oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum sesuai amanah Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak," ungkapnya.
Oleh karena itu Tim Advokasi untuk Demokrasi (Taud) mendesak:
Kepala Kepolisian Republik Indonesia memerintahkan Kapolda Banten untuk membuka akses bantuan hukum dan membebaskan semua masyarakat yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka secara sewenang-wenang;
Kepala Kepolisian Republik Indonesia memerintahkan Kapolda Banten agar memerintahkan semua anggota kepolisian yang berada di sekitar Kecamatan Padarincang, Banten meninggalkan tempat karena menimbulkan ketakutan terhadap Masyarakat dan berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang selanjutnya;