FAJAR.CO.ID, JEPANG-- Jepang saat ini tengah menghadapi kelangkaan matcha yang mengejutkan, bubuk teh hijau yang menjadi ciri khas kuliner dan budaya negara tersebut.
Kelangkaan mengejutkan meski telah memproduksi rekor 4.000 ton bubuk teh hijau pada tahun 2023, hampir tiga kali lipat dari produksi tahun 2008.
Fenomena ini disebabkan oleh lonjakan permintaan global yang signifikan, dipicu oleh tren kesehatan dan popularitas di media sosial.
Pariwisata juga memainkan peran besar, dengan 37 juta wisatawan mengunjungi Jepang pada tahun 2024, baik 47% dari tahun sebelumnya, banyak yang membeli matcha dalam jumlah besar menyebabkan rak-rak lokal kosong dan memperparah krisis pasokan.
Sejak 2010, produksi matcha di Jepang meningkat dari 1.471 ton menjadi 4.176 ton pada 2023. Namun, lebih dari setengah produksi tersebut diekspor untuk memenuhi permintaan internasional yang melonjak, terutama di Timur Tengah dan Afrika.
Dampaknya terasa luas diberbagai sektor, terutama dalam industri kuliner yang mengandalkan matcha sebagai bahan utama.
Kelangkaan matcha berdampak langsung pada sektor kuliner, khususnya kafe dan restoran yang menawarkan minuman dan makanan berbasis matcha. Banyak dari mereka mengalami kesulitan mendapatkan matcha berkualitas tinggi, yang merupakan bahan penting dalam menu mereka.
Beberapa kafe bahkan terpaksa membatasi penjualan produk berbasis matcha atau menaikkan harga untuk mengimbangi biaya bahan baku yang meningkat
Produsen teh di Jepang, seperti Marukyu Koyamaen dan Ippodo Tea, telah memberlakukan pembatasan pembelian untuk menjaga ketersediaan produk bagi pelanggan tetap mereka, termasuk kuil dan tempat upacara teh.
Pemerintah Jepang juga memberikan subsidi kepada petani lokal untuk mendorong produksi tencha, daun teh yang digunakan untuk membuat matcha, guna mengatasi kelangkaan ini.
Dalam menghadapi kelangkaan ini, beberapa pihak menyarankan alternatif seperti yerba mate, gyokuro, dan hojicha sebagai pengganti matcha. Selain itu, konsumen diimbau untuk membeli matcha dalam jumlah yang wajar dan menghindari penimbunan, guna memastikan ketersediaan bagi semua pihak.
Kelangkaan matcha di Jepang menyoroti pentingnya keseimbangan antara permintaan global dan kapasitas produksi lokal. Industri kuliner, produsen, dan konsumen perlu beradaptasi dengan situasi ini melalui inovasi menu, dukungan terhadap petani lokal, dan praktik konsumsi yang bertanggung jawab.
(Besse Arma/Fajar)