Artificial Intelegence (AI) dan Ancaman Dehumanisasi dalam Dunia Pendidikan

  • Bagikan
Oleh: Mustamin Raga, Dosen Luar Biasa Institut Teknologi dan Bisnis NOBEL Makassar

Ketika Pendidikan Menjadi Sekedar Transaksi Data

Dehumanisasi berarti mereduksi manusia menjadi sekadar objek, angka, atau fungsi. Dalam dunia pendidikan, dehumanisasi terjadi ketika siswa dan guru tidak lagi berinteraksi sebagai manusia, melainkan sebagai "pengguna" dan "sistem". AI, dengan segala kemampuannya, perlahan menggeser peran guru sebagai sosok inspiratif menjadi sekadar operator sistem pembelajaran.

Bayangkan seorang siswa yang tengah bergumul dengan masalah keluarga berat. Sistem AI mungkin tetap mengirim notifikasi tugas tanpa peduli pada kondisi emosionalnya. Atau seorang guru yang dipaksa bergantung pada algoritma untuk memberikan umpan balik, kehilangan kesempatan untuk menawarkan nasihat pribadi yang penuh empati.

Dalam situasi seperti ini, pendidikan kehilangan jiwanya. Ia menjadi transaksi data, bukan lagi proses membentuk manusia seutuhnya.

Risiko Dehumanisasi yang Mengerikan

Dehumanisasi dalam pendidikan membawa konsekuensi serius. Pertama, hilangnya sentuhan emosional. Pendidikan bukan hanya soal pengetahuan; ia adalah tentang nilai, karakter, dan empati. Tanpa kehadiran manusia sejati dalam proses belajar, siswa akan kehilangan teladan hidup yang seharusnya mereka lihat dalam diri guru.

Kedua, isolasi sosial. Ketika interaksi digantikan oleh layar dan chatbot, rasa kesepian dan keterasingan dalam diri siswa dapat meningkat. Mereka mungkin mahir dalam mengerjakan soal, tetapi gagap dalam berinteraksi sosial, berempati, dan bekerja sama.

Ketiga, pendidikan terjerumus menjadi komoditas. Fokus utama bergeser dari pertumbuhan pribadi menjadi perolehan nilai, sertifikat, atau penghargaan digital. Pendidikan yang sejatinya membebaskan menjadi sekadar jalur produksi massal.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan