Ia menambahkan, peningkatan jumlah pengangguran tidak hanya berasal dari mereka yang terkena PHK, tetapi juga karena masuknya lulusan baru dari universitas, sekolah vokasi, dan kejuruan ke pasar tenaga kerja.
Berdasarkan Sakernas BPS, kelompok lulusan SMA menjadi penyumbang terbesar pengangguran pada Februari 2025 dengan persentase 28,01 persen.
Diikuti kelompok lulusan Diploma IV, S1, S2, dan S3 sebesar 13,89 persen, dan yang paling rendah adalah lulusan Diploma I/II/III sebesar 2,44 persen.
“Jadi, sejauh ini, indikator-indikator yang seperti ini, kita masih cukup baik, dan masih cukup untuk membuat bangsa kita optimistis, dan ke depan tentu pemerintah akan mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan (mengurangi tingkat pengangguran, red.),” ucap Hasan.
Untuk diketahui, IMF dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia sebesar 5 persen, sedikit naik dari 4,9 persen pada tahun sebelumnya.
Perbedaan angka antara IMF dan BPS disebabkan oleh metodologi penghitungan. IMF menghitung pengangguran sebagai proporsi dari angkatan kerja yang menganggur atau masih mencari pekerjaan. Sedangkan versi BPS meliputi warga usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja tetapi sedang mencari kerja, menyiapkan usaha, atau belum mulai bekerja meski sudah mendapatkan pekerjaan.
Adapun indikator TPT dari BPS digunakan sebagai gambaran tenaga kerja yang belum terserap pasar kerja dan mencerminkan kurang optimalnya pemanfaatan tenaga kerja yang tersedia. (*/ant)