Ia menekankan bahwa selain faktor geografis, pertimbangan sejarah dan budaya juga harus diperhatikan. “Jadi tentu ada faktor-faktor lain—faktor-faktor sejarah, faktor-faktor budaya, faktor-faktor penempatan suku, dan lain-lain di kawasan itu. Yang juga harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam memutuskan pulau itu masuk ke dalam wilayah provinsi atau kabupaten atau kota yang mana,” katanya.
Sebagai ilustrasi, Yusril mencontohkan beberapa kasus internasional yang serupa, seperti Pulau Natuna yang lebih dekat ke Sarawak, Malaysia, namun secara historis merupakan bagian dari Hindia-Belanda. Contoh lainnya adalah Pulau Miangas di Sulawesi Utara yang lebih dekat ke Mindanao, Filipina, namun tetap menjadi bagian dari Indonesia meski mayoritas penduduknya berbahasa Tagalog. Ia juga menyebut Pulau Pasir yang secara geografis lebih dekat ke Kupang, NTT, tetapi diakui sebagai wilayah Australia sejak tahun 1878.
“Jadi kalau kita lihat empat pulau ini mungkin secara geografis lebih dekat ke Tapanuli Tengah tapi harus dikaji aspek-aspek lain—sejarah, budaya, dan lain-lain agar pemerintah nanti akan memberikan keputusan yang adil dan bijak untuk semua pihak,” tutup Yusril. (bs-zak/fajar)