Pemilik hak cipta kemudian mendesak, karena jika lagu dan/atau musik digunakan secara komersial, wajib mendapatkan izin dari LMKN.
Penetapan bos Mie Gacoan di Bali, bagi Selmi merupakan
langkah penting dalam membangun kepatuhan hukum di sektor komersial. Penetapan tersangka sekaligus menjadi peringatan tegas bagi pelaku usaha lainnya agar menghormati hak ekonomi para pencipta, artis (pelaku pertunjukan), dan produser rekaman atas penggunaan lagu dan/atau musik untuk kepentingan komersial wajib mempunyai izin dari LMKN.
Penuturan pihak Selmi, sebenarnya sudah melakukan koordinasi dengan pihak legal kantor pusat Mie Gacoan pada 7 November 2022. Namun hingga 2023, tak kunjung tercapai kesepakatan pembayaran royalti.
Setelah tidak ada titik temu pembayaran royalti, PH Lisensi Selmi mencari barang bukti di Mie Gacoan Bali atas dugaan pelanggaran hak cipta.
Barang bukti itulah yang menjadi dasar pelaporan ke Polda Bali terhadap outlet Mie Gacoan yang beralamat Teuku Umar Bali pada 26 Agustus tahun itu.
Hingga akhirnya, setelah dilakukan proses penyidikan pada 9 Mei 2025, pihak terlapor meminta mediasi di Polda Bali dan sepakat pada tanggal 16 Mei 2025 Mie Gacoan akan mengirimkan jumlah outlet, jumlah kursi dan tahun beroperasional yang sebenarnya. Pada saat itu pelapor dan terlapor tidak menemui kata sepakat.
Pada 14 Mei 2025, karena tidak ada kesepakatan, maka diterbitkan Kembali SP2HP dengan Nomor B/49/V/RES.1.24/2025/Ditreskrimsus. 10 hari kemudian dikeluarkan surat penetapan tersangka kepada Direktur PT. Mitra Bali Sukses.