Naikkan Pajak PBB 250 Persen, Bupati Pati Ngaku Tak Gentar Didemo 50 Ribu Massa, Made Supriatma: Rezim Pajak dan Palak

  • Bagikan
Aksi gelar donasi yang dilakukan warga Pati.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Bupati Pati, Sudewo, terkait kebijakannnya untuk menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebesar 250% kini tuai polemik.

Pasalnya, selain kenaikan pajak ini dianggap sangat memberatkan warga, kenaikan itu juga memicu keributan.

Menanggapi keributan itu, bupati yang berasal dari partai berkuasa saat ini, Gerindra, sesumbar. "Silakan demo. Jangankan 5 ribu orang, 50 ribu orang pun saya nggak akan gentar. Saya nggak akan mundur dari kebijakan ini," katanya.

Pernyataan itu mendapat reaksi dari Peneliti ISEAS, Made Supriatma. Dia menulis tegas "Rejim Pajak & Palak".

"Kalau ada sebuah kabupaten yang sedang menarik perhatian saya saat ini maka itu adalah: Pati. Bukan karena kabupaten ini adalah tanah kelahiran sahabat dan guru saya, KH Imam Azis yang baru beberapa minggu lalu berpulang. Namun karena di sini ada konfrontasi antara penguasa dengan rakyatnya," tulis Made, dilansir dari akun media sosialnya, Rabu (6/8/2025).

Apakah kiemudian rakyatnya diam, lanjut Made, jelas tidak. Mereka mengorganisasi diri ke dalam Masyarakat Pati Bersatu dan kemudian menggelar donasi untuk melakukan aksi besar-besaran pada 13 Agustus nanti.

Mereka membuka posko di kawasan alun-alun Pati dan memarkir satu ambulan disitu. Satu koran nasional besar bahkan memberitakan (entah untuk tujuan apa) bahwa ambulans itu dipasang bendera One Piece dan bendera merah putih.

Dan, seperti yang sudah diduga, sumbangan mengalir deras. Kardus-kardus air mineral bertumpuk-tumpuk datang dari masyarakat. Itu sendiri sudah menjadi tanda besarnya dukungan masyarakat untuk melawan kebijakan yang tidak populer ini.

"Kemarin, Satpol PP turun dan mengangkut semua donasi tersebut. Tentu saja tindakan Satpol PP tersebut memancing reaksi dari para aktivis yang sedang menggalang dukungan itu. Keributan bertambah karena Plt Sekretaris Daerah mendatangi posko Masyarakat Pati Bersatu dan terjadilah konfrontasi. Plt Sekda itu, sama arogannya dengan bupatinya, mengatakan bahwa haknya untuk menggusur lokasi penggalangan dana tersebut. Debat pun terjadi dan dia nyaris berantem dengan para aktivis," beber Made.

Pemerintahan dari atas ke bawah ternyata sudah bangkrut. Di tingkat nasional, kita lihat bahwa apapun sekarang dipajakin. Hampir setiap hari selalu ada saja berita usaha pemerintah untuk memeras kantong rakyatnya.

Kalau Anda membeli emas batangan, menurut Peraturan Menkeu No 52/2025, Anda dikenakan pajak penghasilan 0.25%. Kemudian Komdigi sedang mengkaji keharusan pengguna video call (whatsapp, zoom, dll) utnuk membeli internet premium.

Negara memalaki warganya di setiap tikungan. Di sisi yang lain, kebijakan-kebijakan mercusuar yang diambil pemerintah juga tidak jelas arahnya. Makan Bergizi Gratis? Tidak ada seorang pun berkomentar menyenangkan dan puas atas kebijakan ini. Jika ada yang bersyukur maka kemungkinkan besar mereka adalah para Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang diberi pelatihan miiter 3 bulan sebelum bertugas di satuan pelayaan pemenuhan gizi (SPPG).

Koperasi Merah Putih? Sekolah Rakyat? Penambahan Kodam dan rekrutmen besar-besaran untuk Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) yang akan dibentuk 100 batalyon tahun ini? Kabarnya para tentara ini akan mengamankan kebijakan ketahanan pangan.

"Lah, negara lain berjuang agar rakyatnya pintar untuk mengejar keunggulan teknologi, kita kembali ke pertanian? Seakan di dunia ini tidak ada teknologi untuk menaikkan produksi pangan dan membuatnya efisien? Mengapa kita kembali pada strategi menjadi negara miskin?" sindir Made.

Tidak ada yang berani mendebat kebijakan-kebijakan itu. Dan para elite bernegosiasi di antara mereka sendiri untuk menentukan siapa dapat apa.

"Hukum? Kalau Anda bagian dari elite, hukum itu bisa ditekuk untuk melayani kepentingan kekuasaan Anda sendiri. Yang kira-kira menyimpang dan tidak bisa Anda kontrol, bikinkan kasus. Ketika mereka sudah tersudut hentikan pemeriksaan; atau teruskan dan nanti berikan amnesti atau abolisi," singgungnya.

Hal yang sama tidak berlaku untuk mereka yang sekadar memperjuangkan haknya, seperti Budi Pego di Banyuwangi yang memperjuangkan tanahnya yang dirampas untuk pertambangan emas.

"Itulah sebabnya, saya tidak ragu menyatakan simpati pada Masyarakat Pati Bersatu. Di tangan orang-orang seperti mereka inilah rakyat yang tidak mampu bersuara mendapatkan suaranya. Mereka berani melawan apa yang tidak bisa atau tidak berani disuarakan rakyat biasa," urai Made.

Kalau Anda warga Pati, berbondong-bondonglah untuk datang ke aksi protes 13 Agustus nanti. Datanglah sebanyak-banyaknya. Kepunglah kantor bupati dan paksa bupati yang arogan itu untuk mempertanggungjawabkan kebijakannya. Anda bukan budak yang bisa diperas seenaknya oleh penguasa. Anda adalah pemilik Pati dan Indonesia ini.

Mereka, para penguasa arogan yang merasa dirinya cerdik bagai kancil tapi congkak bagai ular itu, adalah pegawai-pegawai Anda. Kalau mereka tidak bisa mencari jalan keluar dari kekurangan APBD selain menaikan pajak dan memberatkan keuangan rakyat, Anda berhak memecat mereka!

Mereka dibayar untuk mensejahterakan Anda, meringankan beban keuangan Anda, membuat hidup Anda nyaman. Bukan sebaliknya.
Mereka Anda angkat ke kekuasaan bukan untuk menyamankan diri mereka sendiri dan mendapatkan hak-hak lebih istimewa dari rakyat yang seharusnya dilayani. "Mereka adalah pelayan Anda. Bukan sebaliknya," tegasnya.

Pejabat dan pegawai negara yang tidak menghormati rakyat tidak berhak mendapat kehormatan dari rakyat.

"Saya percaya bahwa Masyarakat Pati Bersatu akan menuai banjir dukungan. Bupati dan aparat-aparatnya yang arogan -- atau aparat lainnya yang mendukungnya -- harus tahu bahwa rakyat adalah Tuan!," tutup Made Supriatma. (sam/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan