Pengembangan teknologi terus meningkat. Pembuatan robot pun sudah marak. Termasuk menciptakan robot yang bisa digunakan menjadi teman terapi dan menolong.
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--Di sebuah pesta kolam renang, seseorang ingin menusuk David menggunakan pisau. Sadar akan bahaya, David memeluk Martin. Keduanya pun terjatuh ke dalam kolam renang. Keduanya bisa diselamatkan. Tetapi, tidak dengan David. Ia harus dikembalikan ke pembuatnya. David bukan manusia. Ia robot. Bahkan, kehadirannya membuat anak sang pemilik robot iri. Maklum, David merupakan robot humanoid canggih yang mampu berpikir dan berperasaan. Diciptakan pasca populasi dunia berkurang pasca pemanasan global. Kota-kota di daerah pesisir di abad ke-22 tersapu dengan meningkatnya permukaan laut. Salah satunya, New York. Seperti itulah gambaran kondisi dunia dalam film drama fiksi yang disutradai Steven Spielberg. Film berjudul, A.I. Artificial Intelligence yang dirilis pertama kali 26 Juni 2001 di New York. Robot-robot berperasaan dan bisa mendeteksi kejahatan ini banyak disebut karya mimpi. Tidak akan ada yang bisa membuatnya. Sekarang, anggapan itu keliru. Ada banyak robot yang tercipta. Muh Anshar, Dosen Departemen Teknik Elektro Unhas adalah salah satu dari ilmuan yang mengembangkan teknologi robotik. Dalam disertasinya ia merancang sistem robot yang memiliki perasaan. Bukan sekadar cerdas atau mengikuti perintah program berdasarkan memorinya. Baca Juga: Tim Robotik UMM Malang Ukir Prestasi Kontes Robot di Amerika Serikat Akan tetapi, robot yang bisa mendeteksi mimik atau raut wajah manusia, dan bisa mengambil tindakan sesuai dengan situasi yang berada disekitarnya. Termasuk teman therapy atau robot penjaga. "Teknologi robot berperasaan ini sudah melampaui teknologi yang ada sekarang ini. Bahkan banyak yang mengatakan sudah mengalahkan revolusi industri 5.0 (masih dalam pengembangan)," ungkapnya. Pria kelahiran Ujung Pandang 17 Agustus 1977 ini mengaku untuk membangun memori robot berperasaan itu cukup rumit. Bukan hanya dari segi program, tetapi juga dari segi sparepart atau bahan penyusunnya. Apalagi di Indonesia belum ada perusahaan yang memproduksinya. Sehingga harus didatangkan dari luar negeri. Biaya untuk membuat robot yang memiliki perasaan juga cukup mahal. Bisa mencapai ratusan juta rupiah. Bahan bakunya adalah motor dan sensor. Diakuinya, satu motor tidak kurang Rp1 juta. Membuat satu unit robot dibutuhkan puluhan motor. "Untuk ukuran kecil saja itu minimal menggunakan 18 motor, sehingga bisa dikalkukasi sendiri biaya. Belum termasuk harga sensor dan chipsetnya," ulasnya. Selain itu, juga harus diperhatikan dalam membangun sistem robot berperasaan adalah mensinkronkan antara perintah dengan pelbagai motor dan sensor bisa berjalan dengan baik. "Semakin banyak gerakan (luwes) robot, maka banyak sensor dan motor yang digunakan. Membuatnya sejalan yang paling rumit dan butuh bahasa programer yang kompleks (tidak cukup satu bahasa programer)," bebernya. Alumnus Doktoral University of Technology, Sydney ini menjelaskan, salah satu program yang digunakan untuk robot berperasaan adalah phantom. Program ini mampu mentranskripkan perintah yang telah dimasukkan ke chipset yang ditanam dalam robot. https://www.instagram.com/p/BzdBZn5n0v1/?utm_source=ig_web_copy_link Semakin banyak program yang dimasukkan, banyak pula tindakan yang dapat dilakukan robot tersebut. Contohnya untuk robot terapi. Ketika melakukan gerakan terapi, robot ini akan memperhatikan mimik muka pasien. Jika ada raut kesakitan atau teriakan, robot berhenti bergerak. Sensor akan mengirimkan impuls ke chipset untuk merekam hal tersebut. Sehingga gerakan robot dibatasi. Dan itu akan tersimpan secara otomatis dalam memorinya. Begitu juga dengan robot untuk pertolongan bencana atau penanggulangan teror. Mereka dilengkapi dengan program pertahanan khusus. Di mana ketika ada gerakan yang membahayakan, ia akan memberikan peringatan dan bisa melakukan perlawanan. "Pengembangan robot berperasaan banyak dipertentangkan. Mereka menilai bisa membahayakan manusia. Padahal, pada dasarnya robot dibuat untuk membantu manusia," tuturnya. Pria yang gemar olahraga bulu tangkis ini menambahkan dirinya sedang mengembangkan proyek selanjutnya. Yaitu, untuk dunia medi. Seperti, kursi roda. Kursi roda yang dirakit dengan banyak sensor untuk memberikan kenyamanan dan keamanan penggunanya. "Contohnya pada kemiringan dan kecepatan tertentu akan mengerem otomatis. Tujuannya tidak terjadi hal yang diinginkan. Yang pasti semua jenis robot bisa dipasangkan sistem ini, tinggal butuh pengembangan lebih lanjut," tambahnya. (*/abg) Laporan: Edward Ade SaputraKembangkan Teknologi Robot, Bantah Stigma Animasi, Meski Habiskan Puluhan Motor
