Melihat dari Dekat Pesantren Tuju-tuju Bone Tanggung Santri

  • Bagikan

Berdiri di atas semua golongan. Dalam arti, pondok tidak berkiblat pada salah satu golongan apapun. Untuk model pembelajaran, sebelum Covid-19, pada setiap Ramadan semua santri dan santriwati tinggal di pondok dengan segala aktivitas yang ada hingga Lebaran.

Para santri di ponpes ini hanya dituntut belajar dan menghafal Al-Qur'an tanpa dipungut biaya.

Saat Ramadan pun, kegiatan masuk kelas dan salat tarawih berjalan dengan baik.

Namun, saat ini, tidak demikian. Karena santri dan santriwati dari kelas 1 sampai 5, Tsanawiyah dan Aliyah telah dipulangkan ke rumah mereka hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Untuk kurikulum pembelajaran di Pesantren Tuju-tuju, masih tetap mempertahankan pelajaran pondok yang lebih dominan dalam keseharian. Seperti nahwu, sharaf, balaghah, durushul lughah, tafsir Al-Qur'an, dan lainnya.

Meski terdapat pelajaran yang dikolaborasikan dengan pelajaran umum semisal bahasa Indonesia, kimia, dan fisika, identitas kepesantrenan tetap melekat dalam setiap pembelajaran.

Pesantren Tuju-tuju, juga menggunakan dua bahasa dalam keseharian yakni, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Dua minggu penggunaan bahasa Arab dan dua minggu selanjutnya dalam bahasa Inggris.

"Tak ada percakapan tanpa kedua bahasa tersebut. Dan juga mewajibkan seluruh santri dan santriwatinya untuk menghafalkan Al-Qur'an. Dan setiap santri diharuskan minimal sekali mengkhatamkan 30 juz selama menjadi santri," tutur penulis buku dan novel itu.

Setiap hari santre wajib menghafal

Kondisi pondok pesantren di tengah pendemi Covid-19, pada awalnya tetap menerapkan sistem berjaga-jaga dengan melakukan segala prosedur antisipasi. Tidak ada paket dan tamu yang berkunjung dari luar.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan