”Saya tidak bisa berandai-andai. Tetapi, potensi terpapar bisa saja terjadi. Karena tiap hari dia melayani pasien di rumahnya,” ujarnya.
Farhat menyampaikan, dr Dibyo sempat datang ke Puskesmas Blega dengan keluhan kurang enak badan dan serasa mau jatuh (gejala syncope) pada Jumat (12/6). Petugas menyarankan dia untuk periksa ke RSUD Syamrabu atau dr Catur Budi Keswardiono selaku spesialis paru di rumah sakit pelat merah itu. ”Jumat malam masuk rumah sakit. Setelah diperiksa, kondisi jantungnya normal,” ujarnya.
Saat dirontgen, ditemukan pneumonia bilateral yang mengarah pada Covid-19. Lalu, dilakukan rapid test. Hasilnya nonreaktif. Pemeriksaan dilanjutkan dengan tes swab. Belum juga hasilnya keluar, Minggu pagi (14/6) dia sesak napas. Saat hendak dirujuk ke RSUA, nyawanya tidak tertolong. Meski hasil tes swab belum keluar, Farhat menyebutkan, kemungkinan dr Dibyo meninggal lantaran virus korona sangat tinggi.
Ketua IDI Jatim dr Sutrisno SpOG (K) membenarkan hal itu. Menurut dia, gejala klinis sudah menunjukkan bahwa dr Dibyo meninggal karena Covid-19. Dokter Dibyo mengalami demam, sesak napas, juga diare. Selain itu, dia memiliki kondisi diabetes sebagai komorbiditas. ”Kalau dr Deni, yang saya tahu tidak punya komorbid. Wong meninggalnya masih usia muda,” ungkapnya.
Dokter Sutrisno mengatakan, saat ini sudah 8 dokter di Jawa Timur yang meninggal karena positif Covid-19 dan 58 dokter lainnya positif Covid-19. ”Dengan kasus yang semakin banyak di masyarakat, beban faskes dan nakes semakin berat,” ujarnya.