Dosen di Makassar Babak Belur Dihajar Polisi, Padahal Hendak Beli Makanan

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Andri Mamonto babak belur. Hampir di sekujur kepala dan badannya mengalami luka akibat bogem mentah, hingga memar dan pendarahan pada bola mata.

Andri menyebut, luka itu dia dapat dari belasan oknum polisi yang menangkap dirinya yang dikira ikut berunjuk rasa soal penolakan UU Cipta Kerja yang berujung bentrok.

Dosen dari salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Makassar ini, mengaku jadi korban salah tangkap oleh oknum polisi pada Kamis (8/10/2020) di Jalan Urip Sumohardjo, Kota Makassar.

Pria berusia 27 tahun ini menjelaskan, saat itu dia benar-benar tidak ikut dalam aksi yang berujung bentrok itu. Justru dia hanya sedang mengurus beberapa berkas di seberang jalan kampus Universitas Bosowa (Unibos) Makassar.

"Saya saat itu sedang mencari makan dan pergi print di depan kampus Unibos. Ketika saya ke sana, aksi unjuk rasa masih terjadi," katanya, kepada wartawan, Minggu (11/10/2020).

"Saya parkir motor dan benar memang saya ada di lokasi aksi. Tapi saya tidak pernah sekali pun injak kaki saya di badan aspal (untuk ikut aksi)," sambungnya dengan wajah yang penuh luka lebam.

Hingga beberapa menit berselang, polisi pun menembakkan gas air mata. Sontak, Andri dan warga sekitar lari untuk mengamankan diri dari perihnya asap dari gas tersebut.

Kemudian, datang sekitar puluhan polisi berseragam lengkap dan menangkap siapa saja yang ada di sekitar titik penembakan gas air mata. Termasuk Andri.

"Saya sampaikan, saya keluarkan KTP dan saya bukan dari bagian massa aksi tapi tidak dihiraukan. Saya langsung dipukul di kepala secara berulang kali. Itu dilakukan kurang lebih 15 orang (oknum polisi)," jelasnya dengan raut wajah yang mulai kesal.

Andri berupaya untuk meyakinkan polisi bahwa dia adalah dosen dan bukan dari bagian massa aksi yang anarkis, ternyata oknum polisi itu terus menyiksa Andri secara membabi buta.

Andri pun mulai kehabisan tenaga dan tak mampu lagi menjelaskan bahwa dia adalah seorang dosen kepada polisi. Bahkan, dia sempat mengira bahwa saat itu adalah detik-detik jelang akan tewas dihajar para oknum polisi.

"Tiga kali saya berdiri, saya dihantam pakai tameng di paha hingga lebam. Luka ini (di tangan) saya sudah tak sadar. Sempat saya kira di situ adalah ajal saya," jelas dia.

Setelah menjalani penyiksaan di dalam mobil tahanan, dia pun dibawa ke Polrestabes Makassar untuk diperiksa dan menjalani rapid test.

Keesokan harinya, dia pun bebas namun menyisakan beberapa luka di bagian tubuhnya. Seperti lebam di mata dan paha. Serta pendarahan pada bola mata, goresan di tangan, dan beberapa luka di kepalanya.

Beruntung sampai hari ini dia masih sadar dan masih bisa diajak berkomunikasi dengan orang lain. Namun, tindakan yang ia terima saat itu dia pendam dalam hatinya.

Andri pun melapor dugaan salah tangkap terhadap dirinya itu di Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Hak Asasi Manusia untuk mendapat pengawalan.

"Kita akan lakukan upaya pendampingan hukum untuk melaporkan kepada institusi kepolisian. Kami harapkan pelaku (oknum polisi) bisa dihukum secara institusi, terkait pelanggaran etik profesi kepolisian ini," kata Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum PBHI Sulsel, Syamsumarlin.

"Kita juga akan lakukan upaya pengaduan atas situasi dan tindakan ini, dan diharapkan nanti direspon oleh Kompolnas sampai ke Komnas HAM," sambungnya, kepada wartawan. (Ishak/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan