“Ada berbagai alasan keluarga melakukan pemasungan. Sebanyak 7,1 persen keluarga beralasan masalah finansial. Sementara 12,5 persen keluarga mengaku melakukan pasung untuk keselamatan korban, dan 62,5 persen untuk menjaga keselematan orang lain,” katanya.
Alasan-alasan ini, kata dia, menunjukkan kurangnya informasi yang tepat dan masih lambainya pemerintah terhadap permasalahan kesehatan jiwa.
“Mengambil momentum 10 Oktober ini, Yayasan Rumah Pulih Jiwa Kabupaten Cianjur mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan kesehatan jiwanya, mulai dari memperhatikan hak-hak orang dengan disabilitas psikososial,” ucap Aliet.
Ia melanjutkan, dengan adanya Undang-Undang Kesehatan Jiwa Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, sudah seyogyanya pemerintah menjamin penuh perlindungan hak orang dengan disabilitas psikososial.
“Jika hak atas kebebasan fisik dan bebas dari kekerasan saja tidak di dilindungi oleh negara, bagaimana kita bisa memastikan orang dengan Gangguan Jiwa memiliki hak atas politik, pendidikan, kesehatan, kehidupan yang layak, atau bahkan menjamin hak-hak mereka ketika berhadapan hukum,” pungkasnya.(Job3/hyt'/FIN)