Kepala Dusun Muntigunung Tengah Made Merta mengatakan, tiga bocah yatim piatu ini merupakan keluarga kurang mampu. Kemandirian mereka muncul setelah kedua orangtuanya meninggal akibat sakit. Pada 2012 lalu, keluarga ini sudah mendapat bantuan bedah rumah dari Pemkab Karangasem.
Keluarga ini juga sudah menjadi keluarga penerima manfaat (PKM) bantuan pemerintah. Seperti bantuan program sembako sebesar Rp 200 ribu tiap bulan. Uang itu dipakai untuk memenuhi keperluan setiap hari. Begitu pula jaminan kesehatan, serta bantuan program keluarga harapan (PKH) yang disalurkan sebanyak 4 tahap dalam kurun waktu per tiga bulan. “Tapi bantuan ini belum cukup memenuhi kebutuhan sehari. Syukur ada bantuan dari komunitas yang memberikan sembako, dan memperbaiki atap rumah yang bocor. Kami juga berharap agar ada bantuan siapa saja untuk bisa menyekolahkan Desi. Sedangkan adiknya, Dika rencananya akan disekolahkan tahun ajaran baru ini oleh relawan,” pungkasnya.
Seperti diberitakan Bali Express (Jawa Pos Group), beberapa hari lalu, kisah nelangsa keluarga kecil ini dimulai selepas sang ibu, Ni Ketut Srialih meninggal setahun silam karena sakit ginjal. Kepergian itu menyusul mendiang ayah mereka, I Wayan Srialih yang menghadap Sang Mahakuasa, tiga tahun lalu. Belum usai kesedihan mereka, kakak sulung, Made Ngemben meninggal beberapa hari lalu di usia 16 tahun karena sakit.
Praktis, Ketut dan dua saudaranya hidup mandiri. Sepupu mereka, Gede Andi menuturkan, kehidupan Ketut Pait dan saudaranya jauh dari kata mewah. Serba kecukupan. Untuk makan enak saja jarang karena sulitnya mendapatkan lauk-pauk. Yang bikin salut, ketiganya saling menjaga. Tatkala Desi berjualan masker dan tisu ke Gianyar, Ketut Pait yang tangani urusan rumah sekaligus menjaga Dika.