FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat memperlakukan rekanan ibaratnya mesin ATM. Beberapa kali saat akan bepergian, dia sengaja mendatangi para kontraktor untuk minta uang operasional.
Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA) yang juga tersangka dalam kasus suap proyek infrastruktur di Sulsel mengakui, Edy Rahmat adalah sosok yang dikenal suka minta jatah dari para kontraktor. Hal ini yang diklaim NA jadi penyebab, dia pernah dinonjobkan.
"Edy Rahmat pernah saya nonjobkan setahun karena memang saya sudah mendengar yang bersangkutan itu merisaukan, sering jual nama gubernur di ULP (Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa, red)," kata Nurdin Abdullah saat memberikan keterangan di persidangan Agung Sucipto alias Anggu, Kamis, 10 Juni.
Pernyataan NA ini sejalan dengan apa yang disampaikan Direktur PT Putra Jaya, Petrus Yalim. Menurutnya, Edy Rahmat sudah dua kali meminta uang dari dia di tahun 2020 sebelum ditangkap Februari tahun ini.
Petrus mengaku saat itu, Edy Rahmat datang langsung di kantornya dan meminta uang dengan alasan akan keluar kota sehingga minta jatah untuk kebutuhan operasionalnya. Setiap kali meminta Edy Rahmat tak menyebut angka. Dia hanya menyebut, butuh dibantu. Dia kemudian memberikan masing-masing Rp10 juta dan Rp5 juta.
"Beliau butuh uang operasional. Pak Edy ke kantor sendiri. Dia cuma katakan saya mau keluar kota, mungkin ada yang bisa dibantu. Maka, kami bantu," ujarnya. ungkap Petrus saat Sidang Kamis, 10 Juni di Pengadilan Negeri Makassar.
Saksi lain yang juga dihadirkan dalam persidangan yakni Direktur PT Cahaya Sepang Bulukumba, Raymond Ferdinand Halim. Dia juga mengaku pernah dititip pesan oleh Agung Sucipto alias Anggu agar menyiapkan dana untuk Edy Rahmat. Bahkan Anggu mewanti-wanti Raymond agar mengingatkan permintaan Edy Rahmat tersebut.
Raymond yang merupakan bawahan Anggu, dimana dia menjalankan anak perusahaan Anggu pun mengaku, tak perlu berpikir panjang, saat mendengar nama Edy Rahmat. Apalagi, sudah ada perintah dari Anggu. "Jadi Pak Anggu minta diingatkan Edy Rahmat kasih, jadi saya ingatkan ke Pak Anggu," bebernya.
Soal dugaan ada uang yang mengalir ke Nurdin Abdullah, Petrus mengaku hanya pernah memberikan bantuan untuk pembangunan sarana ibadah di Kawasan wisata Pucak, Maros yang merupakan proyek Pemrov Sulsel. Sumbangan itu diberikan setelah ditemui mantan ajudan NA, Syamsul Bahri yang memintanya berkontribusi dalam pembangunan ini.
Saat itu, Petrus memang sedang mengerjakan proyek jalan di kawasan wisata Pucak, Kabupaten Maros. Dengan demikian, dia langsung memenuhi permintaan Syamsul Bahri.
"Syamsul pernah bilang, Pak Gub (Nurdin Abdullah,red) lagi bangun masjid di Pucak. Dia bilang langsung ke saya, apakah Pak Gub bisa dibantu. Saya bilang bisa pak, minta nomor rekeningnya," urai Petrus.
Saat itu, lanjut Petrus, Syamsul mengirimkan nomor rekening atas nama yayasan masjid. Ia pun langsung mentransfer uang sebanyak Rp100 juta.
Saat ditanayakan pihak lain yang juga diketahui turut menyumbang untuk pembangunan masjid di Kawasan Wisata Pucak, Maros, ia menyebut kontraktor bernama Tiau. Jumlahnya sama Rp 100 juta. "Kami komunikasi. Pak Tiau tanya saya nyumbang berapa, jadi dia kasih juga Rp 100 juta," bebernya.
Terkait hubungannya dengan NA, Petrus juga mengungkap dirinya sempat beberapa kali bertemu langsung. Namun ia mengklaim semuanya sebatas pengerjaan proyek yang sementara ia kerjakan. Selain kawasan Pucak, ia juga mengerjakan proyek Pembangunan Rumah Sakit Dadi Makassar. Ia bertemu dan membahas proyek saat pekerjaan sudah dimulai.
"Saya ketemu dengan NA saat pekerjaan sudah dimulai. Kalau membicarakan awal proyek, tidak pernah," urainya.
Saat KPK melakukan penggeledahan, penyidik memang menyita uang sebesar Rp 1,4 miliar, USD 10 ribu, dan SGD 190 ribu dalam penggeledahan di empat lokasi di Sulsel. Dana ini yang diklaim NA duit untuk pembangunan masjid. "Itu uang masjid. Itu uang bantuan masjid. Nanti kami jelaskan," kata Nurdin.
Pakar Hukum, Prof Hambali Thalib menilai, rentetan peristiwa yang mencuat dalam persidangan bisa benar ia bisa tidak. Sebab, pengakuan kontraktor tersebut harus ditelusuri dengan jelas.
Misalnya, apakah benar uang yang diminta itu merupakan perintah NA atau hanya mengatasnamakan. Kemudian yayasan pun harus di cari tahu. Maka, menurutnya, apa yang disampaikan saksi itu belum bisa menjadi bukti kuat. Selain itu juga harus ada kesingkrongan peryataan antara kontraktor Petrus, ajudan Syamsul Bahri, dan NA dalam persidangan.
Dari itu, baru bisa dibuktikan bahwa apakah hal itu benar atau hanya modus saja. Khususnya NA yang selaku aktor utama yang disebut-sebut meminta dana tersebut. "Jadi tetap harus dibuktikan," jelasnya. (abd-mum/arm)