Temuan Jurnal Celebes: Kejahatan Kehutanan Terus Meningkat

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Jurnal Celebes mencatat kasus kejahatan kehutanan di Sulawesi Selatan terus meningkat.

Direktur Jurnal Celebes, Mustam Arif, mengatakan, hambatan tata kelola kehutanan di Sulawesi Selatan terutama pada pengawasan kehutanan dan implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) serta lemahnya sinergi antar pemangku kepentingan.

"Inilah yang kemudian membuat kasus kejahatan kehutanan di Sulsel terus meningkat," kata Mustam Arif dalam jumpa media di Kafe Baca Makassar, Rabu, (30/6/2021).

Setelah melaksanakan program pemantauan hutan, peredaran kayu dan implementasi SVLK selama satu tahun terakhir, JurnaL Celebes menemukan berbagai macam tantangan serius dalam tata kelola kehutanan di Sulsel yang mungkin juga terjadi.

Tantangan tersebut masih tingginya kasus pembalakan liar, belum sinerginya institusi terkait dan para pihak. Sementara implementasi SVLK masih minim. Banyak industri kecil bukan hanya tidak memiliki sertifkat legalitas kayu SVLK, tetapi juga sebagian justru belum tahu ada SVLK.

‘’Kami yakin hanya dengan kerja sama para pihak yang serius, bisa mengatasi masalah kehutanan di Sulsel, bisa menjawab tantangan ini. Sebab, bukan hanya sinergitas secara fisik, tetapi juga kadang regulasi antar institusi sering bersinggungan dalam implementasi. Jadi pendekatannya bukan hanya multi-pihak atau para pihak, tetapi multi-door yang bisa menyingkronkan kebijakan-kebijakan atau aturan yang bersinggungan,’’ jelasnya.

Lebih lanjut kata dia, JurnaL Celebes dalam kegiatan pemantauan dan peningkatan kapasitas berbagai pihak yang didukung FAO melalaui Program LEGT (Forest Law Inforcement Governance and Trade), ditemukan pembalakan liar di Sulawesi Selatan masih tinggi dan malah meningkat pada masa pandemi Covid-19.

"Kejahatan kehutanan ini dilakukan dengan pola memanfaatkan masyarakat lokal sekitar hutan untuk melakukan pembalakan. Sementara penegakkan hukum umumnya sampai pada pelaku lapangan dan jarang
menyentuh pedagang kayu maupun aktor di belakang layar," ujarnya.

Menurutnya, pebisnis atau penjual kayu tampaknya memanfaatkan kesempatan di masa pandemi. Ketika aktivitas masyarakat dibatasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau dalam skala terbatas, momentum ini dimanfaatkan untuk melakukan pembalakan di hutan, karena situasi relatif aman.

Ia menyebutkan, para pemantau independen dampingan JurnaL Celebes di beberapa kabupaten, ditemukan indikasi kejahatan illegal logging dilakukan dengan melibatkan atau bekerja sama' dengan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan. Pengusaha atau pengepul kayu memanfaatkan orang-orang lokal untuk melakukan penebangan.

"Batang kayu yang ditebang dikumpulkan di tempat tertentu. Kayu yang terkumpul, akan diangkut truk dibawa ke tempat pengumpulan setelah dari hutan, atau langsung ke industri pengolahan kayu,
atau tempat penggergajian," imbuh Mustam.

Dari hasil pemantauan, ada indikasi masyarakat lokal yang terlibat dalam jual beli kayu punya risiko hukum dibanding pengusaha atau pembeli kayu yang memanfaatkan jasa masyarakat lokal.

"Ketika pelaku lapangan diketahui petugas, yang ditangkap dan diproses hukum adalah pelaku warga masyarakat. Masyarakat yang menebang kayu, kalau tidak sempat melarikan diri, akan ditangkap petugas. Diproses hukum sampai ke pengadilan," pungkasnya. (selfi/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan