Seolah ada sebuah aliran listrik yang menyengat tubuh Hamzah. Tubuhnya tertegun cukup lama. Seketika itu wajah istri dan kedua anaknya muncul dalam ingatannya. Hamzah hanya bisa tersenyum sambil menikmati debaran dalam dadanya.
“Pak, lebaran haji sebentar lagi, kapan Lanang beli baju baru?” Lanang, anak sulungnya yang kini berusia tiga belas tahun, membuka percakapan malam itu sambil menatap wajah Hamzah dengan tajam.
“Lebarannya saja belum, Nang! Tenang saja, pasti Bapak belikan baju baru.”
“Kalau Surya kapan, Pak?” timpal anak bungsunya yang berusia sepuluh tahun.
Hamzah langsung melirik wajah istrinya yang sedang sibuk membersihkan meja makan. Ia yakin Mira juga menunggu jawabannya.
“Besok Bapak gajian,” tandas Hamzah.
Seketika itu sebuah lengkungan serupa perahu terlukis di wajah Mira. Dalam benaknya, ia tidak sabar menunggu hari esok. Ia tidak sabar ingin membagi-bagi uang itu untuk keperluan beli baju dan daging rendang. Mira ingin sekali menyajikan rendang di hari raya nanti.
Ketika hari belum cukup siang untuk Hamzah pergi ke peternakan, teleponnya berdering dengan sangat nyaring. Pak Samad memintanya untuk segera menuju ke peternakan. Tanpa menunggu lama Hamzah bergegas ke sana. Sesampainya di sana, ia begitu terkejut melihat peternakan yang berantakan. Diliriknya setiap sudut ruangan, batinnya terguncang sangat hebat.
“Tiga ekor sapi hilang, Zah. Hilang!” ujar Pak Samad dengan suara meninggi. “Pasti kamu tidak mengunci pintunya dengan rapat, kan?” lanjutnya.
“Saya sudah menguncinya, Pak. Sumpah!” sahut Hamzah bergetar.