FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Janji Pemkot untuk membangun tanggul pemecah ombak di pulau-pulau dalam Kecamatan Sangkarrang tak kunjung terealisasi.
Warga Barrang Lompo, Sardi, mengaku setiap tahun mereka harus waspada dengan kedatangan ombak besar. Tanpa tanggul pemecah ombak, rumah mereka menjadi santapan ombak.
Hal ini sering terjadi saat musim angin barat tiba. Tepatnya sepanjang November hingga April. Abrasi mengikis lingkungan warga. Ombak yang tinggi menghasilkan rob atau banjir di tepi pantai yang menggenangi rumah warga.
"Rumah rusak bahkan terseret ombak, terjadi setiap tahun," kata Sardi.
Tahun lalu, tambahnya, dua rumah warga roboh terkena ombak. Mereka terpaksa hidup tanpa rumah dan tinggal menumpang di rumah keluarga.
Sardi menyebut, kondisi ini terjadi hampir di semua pulau-pulau yang masuk wilayah Makassar. Tanpa bantuan pemerintah, warga secara swadaya membangun tanggul sederhana dari karung-karung berisi pasir.
"Sudah lama kami dijanji (tanggul pemecah ombak). Itu sebelum zamannya periode pertama Pak Ilham (IAS). Sekarang sudah sekitar 20 tahun kami menunggu ada pemecah ombak," ujar Suarman, warga lainnya.
Sejumlah pejabat kerap melakukan kunjungan ke pulau-pulau. Mereka menyaksikan sendiri pentingnya pemecah ombak dibangun. Janji-janji dilontarkan, namun hingga kini tak kunjung terwujud.
Ketua Karang Taruna Kecamatan Kepulauan Sangkarrang ini mengatakan, pemecah ombak selalu menjadi usulan tahunan saat rapat musrembang. Namun hanya sebatas usulan, tanpa tindak lanjut.
"Alasannya, tinggi anggaran. Selalu jadi wacana. Beberapa kali kunjungan (pejabat), tidak pernah juga dibangun (pemecah ombak)," terangnya.
Bagi warga yang punya uang lebih, biasanya membangun tanggul-tanggul kecil sederhana setinggi dua meter. Bagi yang kurang mampu, harus mengungsi sementara saat musim hujan tiba.
"Tinggi risikonya (tetap tinggal). Yang ekonominya ke bawah tidak mampu bikin tanggul, mending mengungsinya ke rumah keluarganya. Cuaca sudah bagus, baru kembali ke pulau," tegasnya.
Tidak Merata
Persoalan pulau ini juga acap kali diributkan di DPRD Makassar. Utamanya anggota dewan dari Dapil II Kecamatan Tallo, Ujung Tanah, Wajo, Bontoala, dan Pulau Sangkarrang.
Anggota Komisi D DPRD Makassar Dapil II, Saharuddin Said mengatakan, pemecah ombak menjadi permintaan utama warga pulau dalam reses terbaru.
"Mereka ini sangat memerlukan pemecah ombak. Sebagian wilayah sudah terkikis oleh ombak," ucap Saharuddin.
Beberapa yang paling kritis adalah di Pulau Barang Caddi, Lumu-lumu hingga Bonetambung. Sebab mengalami abrasi pantai yang cukup besar.
Anggota Komisi D Dapil II lainnya, Ray Surayadi Arsyad menilai wilayah kepulauan masih jauh dari asas pembangunan merata. Pemkot masih memandang sebelah mata pembangunan di pulau.
Ini terlihat dari kebijakan pembangunan yang sangat jarang menyasar wilayah kepulauan. Pemkot lebih menyasar pembangunan ke wilayah-wilayah padat penduduk. Meski harus merogoh kocek sama besarnya.
Meski penduduk di pulau tidak begitu ramai, menurutnya produktivitas mereka tak kalah dengan wilayah daratan. Hasil laut yang dikelola oleh warga pulau tidak sedikit.
"Kepulauan ini juga berikan sumbangsih sangat istimewa terhadap Makassar. Mereka memberikan hasil perikanan sangat besar. Setiap tahun salah satu unsur yang dapat keuntungan ideal dalam retribusi PAD adalah mereka yang berada di sektoral kepulauan," terang Legislator Demokrat ini.
Selain itu, keamanan penduduk juga merupakan hal yang mendasar yang perlu dijamin oleh pemerintah.
"Makanya kehadiran pemecah ombak ini semestinya juga harus diutamakan dalam program pemerintah," tandasnya. (Ashari/Yuke/Fajar)