FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Kapolrestabes Makassar, Kombes Budhi Haryanto mempunyai cara yang sedikit berbeda dalam merangkul dan menyadarkan para pelaku kriminal jalanan.
Harapannya, jika pelaku kriminal sadar dan mampu dibina dengan baik. Maka masa depannya akan lebih cerah. Paling tidak menurut orang nomor satu di Polrestabes Makassar itu, bisa untuk makannya sehari-hari.
"Berdasarkan pengalaman kami dinas, saya melihat agak unik di Makassar ini, uniknya apa? Kita bicara masalah kejahatan, di sini tidak ada loh pak perampokan. Tapi di tempat saya dulu, di Sumatra Utara, tampatnya. Jakarta, apa lagi. Semarang, apa lagi. Di sini gak ada," terang Kombes Budhi Haryanto di Graha Pena (19/9/2022).
Menurutnya, itu merupakan hal yang menarik. Dia melihat kejahatan di Makassar bisa diminimalisir. Dicarikan solusi. Hal yang pertama dilakukan Kombes Budhi, mencari tahu akar masalahnya.
Kombes Budhi tidak ingin kejadian tahu 97 kembali terjadi di Makassar ketika dirinya menjadi Kapolres. Sebagaimana diketahui, saat itu Kota Makassar merupakan pengulangan dari peristiwa-peristiwa kekerasan dengan sentimen etnis yang terjadi dengan pola-pola kejadian yang hampir sama.
Diawali dengan peristiwa kriminal murni yang segera meluas menjadi kekerasan. Kekerasan dengan sentimen etnis dapat dilihat sebagai akumulasi persoalan yang multidimensi yang berakhir dengan wujud serangan kepada etnis Tionghoa.
"Inilah yang menarik saya, sebenarnya kejahatan di sini bisa diminimalisir atau kita carikan solusi. Pemikiran kami saat itu cari tahu akar masalahnya. Nah, sebelum kami ke sini 2022 kemarin, pernah kami ke sini tahun 97 pak," tegas Kombes Budhi.
"Setelah saya analisa, ini masih bisa dibenarin, anak-anak yang nakal-nakal yang suka tawuran dan lain-lain, menurut saya masih bisa dibenarin," sambungnya.
Lantas bagaimana cara Kombes Budhi menyadarkan orang yang berbuat negatif? Kata dia, diikat jadi satu kelompok.
"Di situ saya sadarkan, begitu keluar dari kota itu dia jadi orang baik. Dan, punya harapan hidup yang lebih layak. Dia punya pekerjaan yang bisa diandalkan. Paling tidak untuk bisa makan," tandasnya.
Menangani hal itu, Kombes Budhi mengaku melakukan diskusi dengan Forkopimda dan Dandim, bagaimana mencari solusi yang tepat.
"Kita ikat saja menjadi satu wadah. Tujuannya itu, menarik orang negatif, kita kontak di situ, keluar jadi orang yang baik. Dengan harapan hidup yang lebih layak ke depan. Kemudian dengan keberanian itu, saya mau uji apakah metode saya ini bisa dibenarkan secara sensitif," lanjutnya.
Budhi juga melakukan komunikasi dengan Rektor UNM. Melewati banyak hal, banyak proses, sehingga disimpulkan dan dibuatkan wadah yang dimaksud tersebut.
"Harus ada yang berbeda, karena kalau hanya begitu terus (patroli) maka hanya akan begitu-begitu saja. Kalau ada saran dari teman-teman, kita tampung. Kemarin ada dari tim Mabes Polri, mengatakan bahwa ini baik, tapi perlu dievaluasi lagi. Evaluasi untuk kegiatannya, kontrolnya," kata dia.
Menurutnya, ketika orang ingin mempengaruhi orang lain, itu harus bergaul dengannya. Jika ingin menyadarkan pecandu narkoba, harus melalui mantan pecandu. Presentase keberhasilannya lebih tinggi ketimbang polisi berbicara satu hari 36 jam di hadapan pemakai.
Mengenai nama Batalyon 120 yang kemungkinan besar diubah, Budhi telah menerima banyak saran. Salah satunya, melakukan sayembara penentuan nama yang melibatkan masyarakat.
Untuk menghindari pikiran negatif masyarakat terkait program ini, harus disosialisasikan bahwa wadah ini untuk menyadarkan pelaku tindak kriminal. Harus betul-betul sampai di masyarakat. (muhsin/fajar)