Persekutuan ini terkenal dengan nama Tellumpocco, atau “Tiga Kekuatan” (Noorduyn 1955:251-2).”
Pada saat ditetapkannya persetujuan Tellumpocco pada tahun 1582, Wajo dan Soppeng mengaku sebagai bawahan Gowa.
Usai kekalahan Luwu pada perang melawan Gowa di bawah Tumaparisi’ Kallonna, Luwu dipaksa melepaskan pengaruh kekuasaannya terhadap Wajo kepada Gowa.
Wajo kemudian bangkit melawan Gowa, namun dengan mudah dipatahkan dan segera dihukum dengan menurunkan derajatnya menjadi status “budak” dari Gowa (Noorduyn 1955:73-6).
Begitu juga Soppeng, menjadi korban kedigdayaan Gowa. Di Lamogo, Soppeng, La Pasiweang Pétta Puang ri Samang, Datu (penguasa) Soppeng, dan Tunipalangga, Karaeng Gowa, menetapkan kesepakatan yang jelas menyatakan superioritas Gowa.
Meski begitu, dengan pembaharuan Perjanjian Caleppa, Wajo dan Soppeng lepas dari kekuasaan Gowa dan menempatkan mereka ke bawah pengaruh kekuasaan Bone.
Pada Perjanjian Timurung tahun 1582 yang menciptakan Tellumpocco, Bone telah siap untuk mengangkat kerajaan-kerajaan bawahan ini menjadi status mitra sejajar agar memperoleh dukungan penuh untuk melawan serangan-serangan Gowa berikutnya.
Bukannya merasa terancam, Gowa bahkan terpancing melihat perkembangan ini, dan Wajo menjadi korban dari serangan Gowa tahun 1583.
Meski kali ini Wajo berhasil memukul mundur Gowa dengan bantuan Bone dan Soppeng. Jelaslah bagi Tunijallo’ dan bangsawan-bangsawannya bahwa rintangan utama bagi ekspansi Gowa adalah Bone, dan bahwa tanpa Bone tidak akan ada negara lain di bagian timur semenanjung yang berani melawan Gowa.