Selaku Advokat Fredrich Pasti Tahu Perbedaan Tugas Pidana dan Profesi

  • Bagikan
Fredrich Yunadi saat akan dimasukkan ke Rutan KPK Sabtu (13/1). (Foto: Dok. JawaPos.com)
FAJAR.CO.ID -- Fredrich Yunadi menganggap jika penangkapan dan penahanan yang dilakukan KPK terhadap dirinya merupakan bentuk serangan terhada profesi advokat yang memiliki kekebalan hukum. Diketahui, Fredrich adalah mantan pengacara Setya Novanto. Menanggapi pernyataan Fredrich itu, peneliti Indonesia Corruption Watch Tama Satria Langkun mengatakan, seorang advokat berhak mendapat hak tersebut jika menjalankan tugas dengan itikad baik dan sesuai undang-undang yang berlaku. Namun, bila dilanggar, maka kepribadian advokat tersebut patut ditelaah. Sebab, dalam catatan ICW, telah ada 22 advokat yang terjerat kasus pidana. Padahal seorang advokat pasti memahami mana tugas yang dilakukan dan yang perlu dihindari untuk dilakukan. "Advokat tidak susah membedakan mana tugas pidana dan mana tugas profesi," ucapnya, di Jakarta, Senin (14/01). Menurut Tama, advokat yang baik pasti mengerti batasan tugas dan wewenang yang harus dilakukannya. Ketika seorang Advokat memegang batasan tersebut, maka kemungkinan melanggar kode etik profesi semakin kecil. "Jika pegang prinsip tersebut tidak ada sanksi," tuturnya. Untuk kasus yang menjerat Fredrich Yunadi, Tama menilai, prinsip kode etik advokat tidak bisa dipakai. Sebab, mantan pengacara Setya Novanto ini diduga bertindak melebihi tugas dan wewenangnya sebagai advokat. "Jika semua profesi menjalankan tugas sesuai kode etik, maka tidak melanggar, tapi jika melebihkan sesuatu hal perlu dipidana," tukasnya. Hal ini menurutnya, sama halnya dengan dokter yang melakukan tugas dan wewenangnya. Jika melakukan tugasnya sesuai dengan yang diatur dalam kode etik kedokteran, maka tidak bisa dipidana. Namun, bila ada yang memanipulasi data atau perbuatan tindak pidana apapun, maka dokter tersebut telah melanggar kode etik serta sumpah jabatannya. "Perlu adanya penekanan jika seorang berprofesi dan menerobos ya ditelusuri," pungkasnya. Sekadar informasi, KPK resmi menahan Fredrich pada Sabtu (13/01) kemarin, usai ditangkap di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. Upaya jemput paksa dan penangkapan terpaksa dilakukan lantaran Fredrich mangkir dari panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik KPK. Seharusnya, mantan‎ pengacara Setya Novanto itu menjalani pemeriksaan sebagai tersangka atas kasus merintangi penyidikan e-KTP. Namun, dia tidak hadir dengan dalih ada proses etik di Dewan Kehormatan Peradi. ‎ KPK sebelumnya menetapkan Fredrich dan seorang dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH), Bimanesh Sutardjo sebagai tersangka kasus dugaan merintangi penyidikan perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP. Keduanya diduga berkongsi memanipulasi data medis agar Setya Novanto lolos dari pemeriksaan KPK. Fredrich bahkan disebut memesan satu lantai kamar VIP di RS Medika Permata Hijau sebelum Setya Novanto kecelakaan. Atas perbuatannya, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.‎ (ipp/JPC)  
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan