Belajar Daring Dinilai Membebani Siswa, Wali Murid Mengadu Biaya Internet

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID,SURABAYA -- Aliansi Pelajar Surabaya awal Juni lalu membuat pernyataan tertulis bahwa pembelajaran daring sangat membebani siswa. Baik tugas yang bertubi-tubi maupun beban kuota internet yang membengkak. Kemarin giliran wali murid mengadukan hal yang sama ke DPRD Surabaya.

Anik, warga Donowati, misalnya. Dia mengadu kepada Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti dalam agenda reses. Perekonomian sedang sulit. Namun, wali murid harus tetap membelikan kuota internet bagi anaknya. ”Covid-19 sudah meluluhlantakkan perekonomian dan pendidikan harus dilakukan dari jarak jauh secara online,” ujarnya.

Dia juga mengeluhkan sinyal internet yang tidak stabil. Pembelajaran online yang berdurasi panjang pun tidak maksimal. Karena itu, dia berharap sistem pembelajaran bisa diubah lebih efektif dan tidak bertele-tele.

Reni mengerti perasaan semua wali murid. Menurut dia, situasi memang mengharuskan pelajar untuk tetap di rumah. Sudah ada pembicaraan soal kembali masuk sekolah antara dinas pendidikan dan komite sekolah. Namun, Reni tidak yakin sekolah bisa bergulir secara normal dalam waktu dekat. ”Bahkan, Kemendikbud sudah ngomong kemungkinannya bisa sampai akhir tahun,” kata politikus PKS itu.

Artinya, pembelajaran daring masih panjang. Wali murid juga harus menyisihkan uang untuk membeli paket internet untuk tahun ajaran baru yang dimulai pada 13 Juli nanti.

Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Supomo sudah menanggapi permintaan kuota internet tersebut. Anggaran bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pusat dan bantuan operasional pendidikan daerah (bopda) bisa digunakan untuk membelikan kuota murid. ”Kaitannya dengan Covid, BOS dan bopda bisa digunakan untuk kuota internet. Boleh, sudah ada. Mereka tahu,” kata Supomo.

Namun, berdasar informasi dari Aliansi Pelajar Surabaya, belum ada murid yang mendapat jatah kuota internet tersebut. Bahkan, mereka mengeluhkan SPP yang tetap harus dibayar utuh untuk sekolah swasta.

Reni mengatakan bahwa secara normatif memang sekolah bisa memanfaatkan anggaran itu. Namun, dia menilai kepala sekolah negeri tidak mungkin berani menganggarkan hal tersebut tanpa adanya arahan dari dinas pendidikan. ”Kalau boleh, seharusnya dispendik memberikan instruksi. Jangan dibiarkan mengambang begini,” ujar mantan anggota Komisi D DPRD Surabaya itu.

Penganggaran kuota internet sudah dilakukan perguruan tinggi. Beberapa kampus menjalin kerja sama dengan provider terkait kuota pembelajaran itu. Menurut dia, pemkot seharusnya melakukan hal yang sama.

Selain itu, sistem pembelajaran daring perlu dievaluasi. Keluhan murid terkait tugas yang terlalu membebani harus diminimalkan. Perlu juknis terperinci terkait dengan sistem pembelajaran daring tersebut. ”Kasihan wali murid yang anaknya banyak dan masih sekolah. Ibu-bapaknya ikut bantu kerjakan PR,” lanjut Reni.

Usulan-usulan warga tersebut akan dikumpulkan di pokok pikiran DRPD Surabaya. Hasilnya dibahas di rapat badan musyawarah dengan pemkot. ”Kami akan bahas juga di rapat badan anggaran. Urusan pendidikan ini krusial,” tegasnya.

POLEMIK PENDIDIKAN KALA PANDEMI:

*Kemendikbud menyatakan zona merah belum boleh membuka sekolah fisik.
*Pembelajaran kembali jarak jauh via daring.
*Orang tua mengeluhkan soal kebutuhan tambahan untuk pembelian kuota internet.
*Dispendik menyatakan BOS boleh dipakai untuk membeli kuota internet.
*Wali murid menyatakan belum pernah mendapatkan bantuan kuota internet. (JPC)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan