"Patrolinya minimal dua jam. Kalau jarak tempuh titiknya jauh, agak lama juga. Karena kecepatan rata-rata hanya 40 sampai 50 kilometer per jam. Karena sasaran kami itu, seperti mal dan warung. Bukan ke masyarakatnya," tuturnya dengan nada pelan dan lembut.
Ia menunjuk sepeda motor trail di parkiran. Mengendarainya dengan lihai sebenarnya di luar dugaan. Apalagi, tidak ada pengelaman sebelumnya. Ini yang pertama kalinya. "Awalnya deg-degan begitu," bebernya sambil tertawa kecil.
Tetapi, berkat latihan dalam komando pelatih dari personal Raimas Ditsamapta Polda Sulsel, melalui jalanan ekstrem semua sudah bisa dilibas. Apalagi kalau sudah berbicara tentang tanggung jawab. Apapun tugasnya, harus dituntaskan.
"Jadi saya sudah menanamkan dalam diri, bahwa apa yang impossible dilakukan perempuan, bisa kami lakukan juga. Jadi apa yang diperintahkan harus dijalankan. Dan kami bangga bisa menjalankannya," ujarnya terlihat semringah.
Dengan pendekatan humanis di lapangan, himbauan Sriti berhasil mengubah kebiasaan masyarakat secara perlahan. "Alhamdulillah, tidak ada masyarakat yang lupa gunakan masker. Semuanya nurut," kata Panit II Si Nego Dit Samapta Polda Sulsel itu.
Polwan yang membawa senjata itu, namanya Bripda Mutia dan Bripda Putri. Mereka perempuan berkulit putih, tubuhnya langsing. Kalau tidak melepas seragam seperti anak kuliahan. Karena mengenakan seragam Polri sambil meneteng senjata laras panjang, keduanya terlihat garang.
Tetapi, kalau diajak ngobrol, penilaian garang itu hilang. Nada suaranya lembut sekali. Dirsamapta Polda Sulsel, Kombes Wahyu Dwi Ariwibowo, mengaku sangat senang milihat kesigapan Tim Sriti dalam mendisiplinkan masyarakat dalam rangka menekan angka persebaran virus korona.