“Jaksa, hadirkan penyidik polisi yang bikin BAP ini,” seru hakim Hari dengan nada meninggi.
Meski mengelak, Zaenal Tayeb tetap terpojok. Ini setelah terdakwa yang notabene mantan pegawai Zaenal Tayeb menyatakan keberatan.
“Saya keberatan, Yang Mulia. Saya (membuat draf kerja sama) diperintahkan kedua pihak. Yaitu saksi (Zaenal Tayeb) dan korban (Haedar),” kata terdakwa.
Sementara itu, korban Haedar mengaku sudah membayar kontan delapan SHM yang menjadi kesepakatan dengan Zaenal Tayeb seluas 13.700 meter persegi.
Harga per meter perseginya Rp 4,5 juta. “Saya sudah membayar Rp 61 miliar dengan cara mencicil sebelas kali. Sudah lunas,” ujar Haedar.
Zaenal sendiri dalam sidang mengaku sudah menerima uang Rp 61 miliar yang dibayarkan korban.
Namun, setelah korban membayar lunas dan mengecek keseluruhan 8 SHM tersebut, luas tanah ternyata hanya 8.892 meter persegi.
Diceritakan korban, dirinya merupakan direktur utama PT Mirah Bali, perusahaan property milik Zaenal Tayeb.
Sementara terdakwa bertindak direktur legal yang bertugas mengurus administrasi seperti akta jual beli, pemecahan sertifikat, dan lainnya.
“Sampai pembayaran lunas, saya tidak pernah ditunjukkan sertifikat aslinya,” tukas korban.
Haedar mengaku sudah berusaha mediasi dengan Zaenal, tapi menemui jalan buntu.
Selanjutnya Haedar menyomasi Zaenal Tayeb. Namun juga tidak ada solusi. Haedar mengaku mengalami kerugian besar.
Dari delapan sertifikat 8,890 meter persegi saja, pihaknya kelebihan membayar Rp 21 miliar lebih. “Belum lagi ditambah kerugian bangunan yang nilainya sekitar Rp 15 miliar,” bebernya.