Perahu Pinisi’

  • Bagikan

Oleh: Desy Selviana

(Pustakawan DPK Sulsel)

Istilah Pinisi’ ada yang memperkirakan berasal dari nama salah satu Pelabuhan di laut tengah yaitu “venice” (di negara Italia) yang ramai dikunjungi oleh pedagang rampah-rempah pada zaman dahulu dengan menggunakan perahu.

Ada pula yang memperkirakan bahwa nama itu berasal dari sejenis ikan yang terdapat di perairan selat Makassar yang disebut “Pinisi”. Ikan ini kecepatan larinya dalam air melebihi ikan-ikan lainnya. Mungkin hal inilah yang menyebabkan sehingga perahu pinisi’ biasa juga disebut perahu Palari, maksudnya cepat larinya.

Berdasarkan hasil penelusuran literatur dari Buku Perahu Lopi (Bugis), Biseang (Makassar) yang diterbitkan Museum Negeri La Galigo Tahun 1986, perahu model kecil pada umumnya hanya menggunakan satu layar sedangkan perahu Lambo dan Pinisi’ menggunakan lebih dari saru layar, ada sampai 7 buah layar.

Layar perahu Bugis Makassar ada dua macam, yaitu bentuk segi tiga disebut Layar Lete (Sompa Late dalam Bahasa Bugis) dan Sombala Late dalam Bahasa Makassar. Layar bentuk segi empat (Trapezium) disebut layar tanja’ (Sompe Tanja’ dalam Bahasa Bugis), Sombala Tanja’ dalam Bahasa Makassar.

Perahu Bugis-Makassar yang paling terkenal di bidang pengangkutan (transport) baik antar pulau maupun antar benua dengan menggunakan tenaga angin dan air laut sebagai penggeraknya adalah perahu pinisi’ atau biasa juga disebut palari dan perahu Lambo’.

Ada pun perbedaan perahu Pinisi’ dan Lambo’ sebagai berikut:
Perahu pinisi’ memiliki 7 buah layar, bentuknya ada yang berbentuk segitiga dan ada pula yang berbentuk segiempat. Sedangkan perahu lambo’ memiliki 2 buah layar, berbentuk segitiga. Perahu pinisi’ memiliki pallajareng (tiang agung) sebanyak 2 buah, sedangkan Lambo 1 buah. Perahu pinisi’ memiliki daya angkut 50 sampai 200 ton, sedangkan lambo lebih kecil dari itu. Anak perahu (sawi) pinisi memiliki awak 7 hingga 15 orang, sedangkan lambo’ 5 hingga 7 orang.

Pada saat ini, kedua jenis perahu Bugis-Makassar ini sudah ada yang memakai (PLM=Perahu Layar Motor). Perahu pinisi’ yang memakai mesin pallajarengnya (Tiang Agung).

Pada tahun 1960-an, pernah diadakan perlombaan perahu pinisi dari Ujung Pandang sekarang Makassar ke Jakarta yang diberi nama Kopra race. Pada bulan juli 1986 mulai dirintis pelayaran ke Vancouver, Kanada dengan menggunakan perahu Pinisi’ Nusantara.

Perahu sebagai salah satu unsur kebudayaan Bugis-Makassar yang berkembang sejak dahulu kala telah mampu mengangkat nama Sulawesi Selatan sebagai pelaut nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya perahu Phinisi’ Nusantara (Pinisi’ Bugis-Makassar) mengarungi lautan pasifik sampai ke Vancouver (Kanada) September 1986. Di samping itu, keberhasilan ini telah menunjukkan bahwa prestasi teknologi tradisional tidak kalah bobotnya dengan teknologi canggih abad XX. Untuk itulah, teknologi pembuatan perahu Bugis-Makassar perlu dikembangkan untuk diwariskan kepada generasi muda.

SKETSA PERALATAN PERAHU PINISI

1) Kalebiseang (Lunas)
2) Sotting (Lunas bagian depan dan belakang)
3) Papan Terasa’ (Papan keras = papan dasar)
4) Papan Lamma (Papan Lemah)
5) Papan Tarik (Papan paling atas)
6) Balo-Balo’ (Balok-Balok)
7) Tahu’ (Gading yang menonjol)
8) Bangkeng Salara’ (Tempat tiang agung melekat)
9) Peta’ (Pintu masuk ke ruangan bawah)
10) Giling (Kemudi)
11) Teba (Penutup Patti-Patti, penutup peti-peti belakang perahu)
12) Lemba’-Lembarang (Tempat bong layer belakang)
13) Ambing dua kali (Penutup bagian belakang perahu)
14) Passipi’ Anjong (Penjepit anjung)
15) Panganggo (Penahan anjung bagian bawah)
16) Pa’turangan anjong (Tumpuan anjung)
17) Anjong (Anjung)
18) Panumbu’ (Tumpuan tiang agung)
19) Pallajagang (Tiang agung)
20) Bong (Aki layar belakang)
21) Sombala’ (Layar besar muka dan belakang)
22) Tarengke’ (Cocoro’ bagian dalam)
23) Cocoro’ Tangnga (Cocoro’ bagian tengah)
24) Cocoro’ Pantara (Cocoro’ bagian luar)
25) Panggentung Anjong (Kawat penggantung anjung)
26) Pampang (Tempat tiang melekat)
27) Dulang-dulang (Kepala tiang agung)
28) Bau (Cabang tiang agung tempat layer besar tergantung)
29) Pa’gentung bau (Kawat penggantung bau)
30) Tiang (Tempat layar tampasere melekat)
31) Jarung Karrasa’ (arung keras)
32) Tamapasere (Layar atas muka dan belakang)
33) Tuntung bau (Kawat untuk mengikat anjung bau muka belakang)
34) Baratang (Tempat melekatkan kemudi terdiri dari atas bawah)
35) Mantel Bong (Tempat gantung bong layer belakang) (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan