Bagi warga yang punya uang lebih, biasanya membangun tanggul-tanggul kecil sederhana setinggi dua meter. Bagi yang kurang mampu, harus mengungsi sementara saat musim hujan tiba.
"Tinggi risikonya (tetap tinggal). Yang ekonominya ke bawah tidak mampu bikin tanggul, mending mengungsinya ke rumah keluarganya. Cuaca sudah bagus, baru kembali ke pulau," tegasnya.
Tidak Merata
Persoalan pulau ini juga acap kali diributkan di DPRD Makassar. Utamanya anggota dewan dari Dapil II Kecamatan Tallo, Ujung Tanah, Wajo, Bontoala, dan Pulau Sangkarrang.
Anggota Komisi D DPRD Makassar Dapil II, Saharuddin Said mengatakan, pemecah ombak menjadi permintaan utama warga pulau dalam reses terbaru.
"Mereka ini sangat memerlukan pemecah ombak. Sebagian wilayah sudah terkikis oleh ombak," ucap Saharuddin.
Beberapa yang paling kritis adalah di Pulau Barang Caddi, Lumu-lumu hingga Bonetambung. Sebab mengalami abrasi pantai yang cukup besar.
Anggota Komisi D Dapil II lainnya, Ray Surayadi Arsyad menilai wilayah kepulauan masih jauh dari asas pembangunan merata. Pemkot masih memandang sebelah mata pembangunan di pulau.
Ini terlihat dari kebijakan pembangunan yang sangat jarang menyasar wilayah kepulauan. Pemkot lebih menyasar pembangunan ke wilayah-wilayah padat penduduk. Meski harus merogoh kocek sama besarnya.
Meski penduduk di pulau tidak begitu ramai, menurutnya produktivitas mereka tak kalah dengan wilayah daratan. Hasil laut yang dikelola oleh warga pulau tidak sedikit.
"Kepulauan ini juga berikan sumbangsih sangat istimewa terhadap Makassar. Mereka memberikan hasil perikanan sangat besar. Setiap tahun salah satu unsur yang dapat keuntungan ideal dalam retribusi PAD adalah mereka yang berada di sektoral kepulauan," terang Legislator Demokrat ini.