"Setelah saya analisa, ini masih bisa dibenarin, anak-anak yang nakal-nakal yang suka tawuran dan lain-lain, menurut saya masih bisa dibenarin," sambungnya.
Lantas bagaimana cara Kombes Budhi menyadarkan orang yang berbuat negatif? Kata dia, diikat jadi satu kelompok.
"Di situ saya sadarkan, begitu keluar dari kota itu dia jadi orang baik. Dan, punya harapan hidup yang lebih layak. Dia punya pekerjaan yang bisa diandalkan. Paling tidak untuk bisa makan," tandasnya.
Menangani hal itu, Kombes Budhi mengaku melakukan diskusi dengan Forkopimda dan Dandim, bagaimana mencari solusi yang tepat.
"Kita ikat saja menjadi satu wadah. Tujuannya itu, menarik orang negatif, kita kontak di situ, keluar jadi orang yang baik. Dengan harapan hidup yang lebih layak ke depan. Kemudian dengan keberanian itu, saya mau uji apakah metode saya ini bisa dibenarkan secara sensitif," lanjutnya.
Budhi juga melakukan komunikasi dengan Rektor UNM. Melewati banyak hal, banyak proses, sehingga disimpulkan dan dibuatkan wadah yang dimaksud tersebut.
"Harus ada yang berbeda, karena kalau hanya begitu terus (patroli) maka hanya akan begitu-begitu saja. Kalau ada saran dari teman-teman, kita tampung. Kemarin ada dari tim Mabes Polri, mengatakan bahwa ini baik, tapi perlu dievaluasi lagi. Evaluasi untuk kegiatannya, kontrolnya," kata dia.
Menurutnya, ketika orang ingin mempengaruhi orang lain, itu harus bergaul dengannya. Jika ingin menyadarkan pecandu narkoba, harus melalui mantan pecandu. Presentase keberhasilannya lebih tinggi ketimbang polisi berbicara satu hari 36 jam di hadapan pemakai.