FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI membantah terkait dugaan aliran uang menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022. Hal ini ditegaskan Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/7).
"Enggak ada, enggak ada, enggak ada," tegas Dave.
Politikus Partai Golkar itu enggan berspekulasi soal munculnya isu tersebut. Ia menegaskan, Kejaksaan Agung akan bekerja profesional dalam mengusut dugaan korupsi pengadaan menara BTS 4G.
"Tanya Kejagung jangan tanya ke saya, kalau kemarin sudah disampaikan bahwa tidak ada aliran dana, jadi mau ditanya apa lagi?," tegas Dave.
Lebih lanjut, Dave menegaskan Komisi I DPR tidak akan menutup-nutupi apabila Kejagung melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut yang merugikan negara sebesar Rp 8,32 triliun. Ia juga menyatakan bahwa pihaknya tidak merasa khawatir.
"Memang tidak ada, enggak ada yang ditutupi, jadi tidak ada aliran, jadi tidak ada yang dikhawatirkan," ucap Dave.
Dugaan isu aliran uang ke Komisi I DPR RI itu muncul setelah dikabarkan adanya penggeledahan rumah Nistra Yohan, staf ahli anggota Komisi I Bidang Komunikasi dan Pertahanan DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sugiono. Sebab, belakangan muncul isu terdapat dana pengamanan kasus menara BTS 4G sebesar Rp 243 miliar.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo pun telah diperiksa terkait dugaan pengamanan kasus BTS 4G oleh Kejaksaan Agung, pada Senin (3/7) kemarin. Dito membantah menerima uang Rp 27 miliar dari proyek BTS di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
"Ini terkait tuduhan saya menerima Rp 27 miliar, dimana tadi saya sudah sampaikan, apa yang saya ketahui dan apa yang saya alami," tegas Dito di Kompleks Kejagung, Senin (3/7).
Dito enggan menjelaskan secara rinci terkait materi pemeriksaan terhadapnya. Namun, ia mengaku sebagai Menpora mempunyai tanggung jawab untuk meluruskan informasi yang berkembang di tengah masyarakat.
"Ini untuk materi detailnya lebih baik pihak berwenang yang menjelaskan. Tapi karena saya memiliki beban moral, yaitu hari ini saya diberikan amanah oleh pak Presiden Jokowi sebagai Menpora dan saya juga memiliki keluarga, dimana saya harus meluruskan ini semua dan juga mempertanggungjawabkan kepercayaan publik selama ini," ucap Dito.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Mereka di antaranya mantan Menkominfo Johnny G Plate, Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.
Sementara pihak swasta lainnya yakni, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galubang Menak, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Windi Purnama selaku orang kepercayaan Irwan Hermawan, serta Direktur Utama PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki.
Proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo dilakukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Kominfo merencanakan membangun 4.200 menara BTS di berbagai wilayah Indonesia.
Johnny Plate telah didakwa merugikan negara sebesar Rp 8 triliun dalam kasus ini. Jumlah kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Johnny selaku Pengguna Anggaran (PA) disebut telah memperkaya diri sebanyak Rp17.848.308.000. Tindakannya juga memperkaya pihak lain serta korporasi.
Johnny Plate didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (jpg/fajar)