Idris menyatakan bahwa hasil perekrutan ini bermasalah, salah satunya karena tidak melibatkan komisioner yang memiliki latar belakang penyiaran.
"Pada periode pertama sejak terbentuknya KPI Sulsel periode 2004-2007, rekam jejak beberapa komisioner terpilih memiliki latar belakang penyiaran, yang sangat membantu menjaga marwah lembaga penyiaran sebagai regulator," ungkap Idris.
Ia juga menyoroti mekanisme pembentukan KPI dan rekrutmen anggota yang seharusnya dilakukan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002.
Dalam proses fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan pada 16 April 2024 di Tower DPRD Sulsel, KJPP Sulsel menemukan beberapa kejanggalan.
Temuan tersebut dianggap melanggar PKPI Nomor 02/P/KPI/04/2011 tentang Pedoman Rekrutmen Komisi Penyiaran Indonesia pada Pasal 9, nomor 5 dan 6.
Poin 5 menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat harus melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka.
Sementara pada Poin 6 menyebutkan bahwa DPR menetapkan 9 Anggota KPI Pusat dan DPRD Provinsi menetapkan 7 Anggota KPI Daerah berdasarkan sistem pemeringkatan.
Selain itu, proses perekrutan ini juga bertentangan dengan Peraturan Komisi Informasi Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetapan Komisi Informasi yang menyebutkan bahwa uji kepatutan dan kelayakan harus dilakukan selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah diterimanya nama-nama calon anggota.
Dengan aksi ini, KJPP Sulsel berharap DPRD Sulsel dapat memberikan perhatian khusus dan membawa aspirasi mereka ke tingkat pusat demi perbaikan regulasi penyiaran dan proses seleksi komisioner yang lebih transparan dan akuntabel.