Usai yang Mulia Ternyata Maling, Ustaz Das’ad Kembali Sindir Hakim Zalim

Endra - Tak Berkategori
  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Penetapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terus mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk dai kondang asal Sulawesi Selatan, Ustaz Das’ad Latif.

Dalam sebuah ceramah yang viral di media sosial, Rabu (16/4/2025), Ustaz Das’ad melontarkan kecaman keras terhadap para hakim yang diduga bermain dalam putusan perkara demi kepentingan pribadi.

"Saya biasa (merasa) ngeri kalau ada putusan orang salah dibenarkan, orang benar disalahkan,” ujar Ustaz Das'ad dikutip pada Kamis (17/4/2025).

Lebih lanjut, Dosen Universitas Hasanuddin ini mengingatkan bahwa dosa terhadap sesama manusia jauh lebih berat dibanding dosa ritual seperti salat dan puasa.

“Kalau bapak tidak salat, puasa, gampang Allah maafkan. Tapi kalau pernah bapak menganiaya satu-dua orang, ngeri pak, Allah suruh cari itu orang (nanti di Padang Mahsyar),” ucapnya.

Ia menggambarkan betapa berat konsekuensi di akhirat bagi hakim yang tidak menegakkan keadilan.

“Pas sudah ketemu, apa katanya, ‘terlambat mi bos, saya tunggu kau di dunia datang minta maaf tapi tidak. Sekarang perkara kita tunggu pengadilan Allah,’” lanjutnya.

Ustaz Das’ad juga menyoroti pentingnya makna dari frasa "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang selalu tercantum dalam setiap putusan pengadilan.

Dikatakan Ustaz Das'ad, frasa tersebut bukan sekadar kalimat formalitas, melainkan tanggung jawab ilahiah.

“Keputusan pengadilan tidak sah bila tidak tercantum kalimat, Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tegasnya.

“Betapa besar kejahatan dan dosa hakim yang memutus karena sogok mengatasnamakan Tuhan di kejahatannya,” imbuhnya.

Merasa heran melihat Ketua PN Jaksel menjadi tersangka, ia menyindir tajam perilaku yang seharusnya menjadi simbol keadilan.

“Yang mulia ternyata maling,” sindir Ustaz Das’ad.

Tak berhenti di situ, ia juga menyebut perilaku seperti itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan hukum.

“Tikus kantor sok berdasi,” tambahnya, menekankan bahwa jabatan dan pakaian rapi tak menjamin integritas seseorang.

Sebelumnya, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), resmi ditahan bersama tiga orang lainnya terkait dugaan suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan produk turunannya.

Penetapan keempat tersangka dilakukan usai penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) melakukan serangkaian penggeledahan di lima titik berbeda di wilayah Jakarta, Jumat (11/4/2025).

Dari penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai dalam berbagai mata uang, di antaranya SGD 40.000, USD 5.700, 200 Yuan, serta lebih dari Rp150 juta dalam pecahan rupiah.

“Penyitaan juga dilakukan terhadap beberapa kendaraan mewah dari kediaman tersangka berinisial AR, seorang advokat. Di antaranya adalah Ferrari Spider, Nissan GT-R, dan Mercedes Benz,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangan pers pada Sabtu malam (12/4/2025).

Selain MAN dan AR, dua tersangka lain adalah WG, yang menjabat Panitera Muda Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, serta MS, juga berprofesi sebagai pengacara.

Mereka diduga menerima uang suap senilai total Rp60 miliar untuk mempengaruhi putusan dalam perkara besar tersebut.

Kasus yang mereka tangani melibatkan tiga korporasi raksasa di industri sawit, Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

Ketiganya sebelumnya dituntut membayar kerugian negara hingga Rp17 triliun.

Namun, dalam putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, ketiganya dibebaskan dari segala tuntutan hukum meskipun terbukti secara materiil melakukan perbuatan yang didakwakan.

Putusan tersebut mengacu pada asas ontslag van alle recht vervolging, atau lepas dari segala tuntutan hukum.

Tim penyidik meyakini putusan itu tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan hasil dari praktik suap yang kini tengah diusut secara mendalam.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan