Lontara Attoriolong Bone, Kronik Sejarah dan Jati Diri Bugis

  • Bagikan
IST

Oleh: Desy Selviana
(Pustakawan)

Sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2024, Lontara Attoriolong Bone memegang peran penting sebagai naskah sejarah utama yang menarasikan perjalanan panjang kerajaan Bone dan masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Dua kodeks warisan istana yang kini disimpan oleh Andi Muhammad Ali itu tak hanya merupakan catatan sejarah, melainkan juga cerminan jati diri dan nilai-nilai luhur masyarakat Bugis.

Dikenal sebagai kronik Bone, Attoriolong mencatat sejarah kerajaan Bone sejak masa mitologis hingga era pertemuan pertama dengan bangsa Eropa. Dokumen ini menjadi sumber historiografi utama yang membentang dari abad ke-14 hingga ke-20, menjadikannya salah satu rujukan tertua dan paling lengkap mengenai sistem politik, sosial, hukum, dan budaya Bugis.

Teks ini menarasikan tatanan politik Bone melalui konsep seperti mappololeteng, yang menjadi dasar hukum hak milik dan relasi sosial, serta menunjukkan bagaimana kerajaan menjalankan sistem pemerintahan yang dipimpin raja bersama dewan bangsawan, Ade’ Pitue. Peran tokoh-tokoh seperti La Tenri Tatta dan La Patau Matanna Tikka memberikan wajah nyata atas kebijakan, keadilan, dan integritas pemimpin-pemimpin Bone.

Kronik ini bukan sekadar catatan kekuasaan, namun juga dokumentasi nilai moral dan spiritual masyarakat. Nilai-nilai seperti keberanian, keadilan, dan penghormatan terhadap alam tertanam dalam berbagai kisah, termasuk kedatangan Tomanurung Matasilompo’e, legenda-legenda kepahlawanan, hingga narasi diplomasi dan peperangan antar kerajaan.

Aspek kehidupan sehari-hari Bugis juga terekam: dari sistem pertanian dan pelayaran, hukum adat, seni dan sastra, hingga praktik kepercayaan praislam seperti pemujaan roh alam. Bahkan pengobatan tradisional, kuliner, permainan rakyat, dan kerajinan lokal seperti anyaman dan keramik turut menjadi bagian integral dari narasi budaya Bugis dalam kronik ini.

Salah satu sosok penting yang tercatat adalah Amanagappa, tokoh pelaut dan syahbandar yang membentuk fondasi hukum perdagangan dan pelayaran Sulawesi Selatan pada awal abad ke-18. Ia menjadi simbol bagaimana peran maritim Bugis sangat strategis dalam sejarah Nusantara.

Menariknya, Attoriolong Bone juga mengisahkan strategi politik warisan tokoh seperti Arung Palakka, yang memperlihatkan kebijaksanaan dalam pewarisan tahta dan menjaga kedaulatan Bone di tengah gejolak regional.

Sebagai dokumen sejarah, Lontara Attoriolong Bone mengandung kearifan lokal yang sangat relevan dalam konteks kekinian. Ia bukan hanya milik Bone atau Bugis, tetapi bagian dari khazanah budaya nasional yang layak dijaga, dipelajari, dan diwariskan. Penetapannya sebagai IKON 2024 merupakan pengakuan terhadap nilai-nilai sejarah dan budaya yang dikandungnya—sebuah pengingat bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal dan menghargai warisannya sendiri. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan