FAJAR.CO.ID, JEPANG — Menteri Pertanian Jepang Taku Eto mengundurkan diri dari jabatannya setelah mendapatkan reaksi keras atas pengakuan kontroversial, pada Rabu (21/5/2025).
Eto sebelumnya mengaku bahwa ia menerima banyak beras dari para pendukungnya, sehingga tidak membeli bahan makanan pokok tersebut.
Pernyataan tersebut langsung mematik reaksi keras dari warga Jepang, pasalnya harga beras sedang mengalami kenaikan yang melambung tinggi.
Informasi ini dibenarkan Eto kepada wartawan setelah mengajukan pengunduran dirinya kepada Perdana Menteri Shigeru Ishiba, seperti dikutip Kyodo News.
"Saya bertanya pada diri sendiri apakah pantas bagi saya untuk tetap memegang kendali (kementerian) di saat harga beras sedang kritis," kata Taku Eto.
Kejadian tersebut membuatnya merasa sangat bersalah, dan menyesal karena telah mengucapkan pernyataan melukai ditengah masyarakatnya yang tengah berjuang.
"Sekali lagi, saya minta maaf kepada masyarakat karena telah membuat komentar yang sangat tidak pantas sebagai menteri saat mereka sedang berjuang menghadapi harga beras yang melonjak," katanya.
Ishiba sebelumnya berencana memecat Eto dan memutuskan untuk menunjuk mantan menteri lingkungan hidup Shinjiro Koizumi untuk menggantikannya sebagai menteri pertanian.
Kekeliruan Eto terjadi tak lama setelah Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan memutuskan untuk melepaskan beras tambahan dari stok daruratnya hingga Juli.
Langkah itu dilakukan dengan harapan dapat menurunkan harga beras yang telah naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Kontroversi tersebut memberikan kemunduran baru bagi Ishiba menjelang pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat musim panas ini.
Sebagai informasi, dukungan publik untuk Kabinetnya anjlok ke level terendah sejak ia menjabat akhir tahun lalu.
Eto adalah anggota Kabinet Ishiba pertama yang meninggalkan jabatannya karena alasan selain kehilangan kursi parlemen dalam pemilihan umum pada Oktober.
Meskipun Ishiba mengizinkannya untuk tetap menjabat awal minggu ini, seruan agar menteri tersebut mengundurkan diri semakin meningkat.
Eto dikenal sebagai salah satu pakar terkemuka kebijakan pertanian di partai yang berkuasa, dan menjabat sebagai menteri pertanian selama satu tahun sejak 2019 di bawah Perdana Menteri saat itu Shinzo Abe.
Mengenal Budaya Malu Jepang
Tindakan maupun keputusan yang dilakukan Taku Eto menggambarkan seberapa besar rasa malu yang dijunjung tinggi oleh Jepang secara turun-temurun.
Budaya malu (dalam bahasa Jepang: 恥ずかしさ, hajizukashisa) adalah salah satu aspek penting dalam masyarakat Jepang, yang mencakup rasa malu karena tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan harapan sosial.
Budaya malu di Jepang merupakan suatu sistem nilai yang sangat kuat yang memengaruhi perilaku sosial dan moral masyarakat.
Dalam budaya itu, sangat menekankan pentingnya kesadaran akan norma dan harapan sosial, serta rasa bertanggung jawab untuk menjaga nama baik dan reputasi.
Ini bukan sekadar perasaan bersalah, melainkan lebih ke kesadaran akan tanggung jawab sosial dan moral, seperti berikut:
- Pentingnya Budaya Malu
Budaya malu menjadi dasar dalam menentukan tindakan dan interaksi sosial di Jepang.
Orang Jepang cenderung menghindari tindakan yang dapat menyebabkan rasa malu atau bahkan dianggap memalukan oleh masyarakat.
- Dua Jenis Rasa Malu
Kouchi (malu umum): Merasa malu karena mendapatkan perhatian negatif dari orang lain, seperti teguran, sindiran, atau ejekan.
Shichi (malu pribadi): Merasa malu karena merasa tidak sesuai dengan standar atau harapan diri sendiri.
- Tindakan dan Akibat
Tindakan yang melanggar norma atau harapan sosial dapat menyebabkan rasa malu yang kuat.
Dalam beberapa kasus, rasa malu ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan ekstrem, seperti bunuh diri (seppuku atau harakiri), untuk memulihkan kehormatan.
- Contoh Konkret
Membuang sampah sembarangan dianggap memalukan karena bertentangan dengan norma kebersihan dan keindahan yang dihormati di Jepang.
Korupsi dianggap memalukan dan seringkali menyebabkan pejabat yang terlibat mengundurkan diri atau bahkan melakukan bunuh diri.
Meminjam uang dan tidak mengembalikannya dianggap memalukan.
- Budaya Malu dan Tanggung Jawab Sosial
Budaya malu menekankan pentingnya menjaga nama baik dan reputasi sosial.
Orang Jepang akan berusaha untuk tidak menyebabkan malu atau merusak nama baik orang lain.
(Besse Arma/Fajar)