Isi beras di setiap karung merupakan campuran dari berbagai jenis alias oplosan. Pedagang yang tak mau diungkap identitasnya mengakui praktik ini biasa dilakukan secara terang-terangan untuk mendapat harga lebih murah, untung lebih banyak.
Peredaran beras oplosan membuat banyak kalangan prihatin.
Dilansir dari Rakyat Sulsel, pengamat ekonomi dari Universitas Bosowa, Dr. Lukman menilai kasus beras oplosan menjadi kasus yang sangat memprihatinkan di tengah negara yang unggul dari segi swasembada pangan.
Kasus beras oplosan semakin menarik perhatian sebab dalang kasus tersebut diduga kuat pengusaha kelas kakap yang mengakibatkan kerugian konsumen hingga Rp99 triliun.
"Beras oplosan yang melibatkan pengusaha besar dan merugikan triliunan rupiah memang kasus yang sangat memprihatinkan. Dari informasi yang ada, kasus ini melibatkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat,” ujar Lukman.
Lukman menilai kerugian yang terjadi sangat besar dari sisi masyarakat apalagi hal ini merupakan bentuk manipulasi dan penipuan.
“Beras oplosan ditemukan dalam 212 merek oleh Kementan dan Satgas Pangan, dengan dugaan manipulasi label dan berat yang menimbulkan kerugian rakyat. Saya pikir langka Menteri Pertanian menindaki ini cukup tepat,” imbuh dia.
Secara perspektif ekonomi, kasus beras oplosan ini berdampak pada kepercayaan konsumen dan juga menunjukkan tidak adanya perlindungan konsumen sejauh ini.
“Kasus seperti ini dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap produk beras dan mempengaruhi perekonomian secara lebih luas. Dari sisi perlindungan konsumen, penanganan kasus ini harus tegas untuk melindungi konsumen dan menjaga integrasi pasar," kata Lukman.