FAJAR.CO.ID -- Polemik hak cipta dan royalti lagu belum juga menemui titik temu. Kafe, restoran, dan area bisnis lainnya tetap diharuskan membayar royalti meski memutar musik instrumentalia, suara alam, hingga ide memutar musik lewat radio.
Warganet pun menyikapi peliknya masalah royalti musik dan lagu di area bisnis ini dengan beragam komentar.
Sejumlah warganet menyarankan kafe dan restoran agar tidak usah memutar lagu atau musik, sehingga pengunjung bisa merasa lebih nyaman. Pengunjung tidak lagi terganggu dengan suara musik yang kadang disetel cukup keras.
Adapula yang menyarankan kafe, restoran, dan area bisnis lainnya merekam sendiri suara alam, sehingga tidak perlu membayar hak cipta. Dengan begitu, kafe dan restoran yang beromzet kecil, seperti warung kopi atau penjual mie seharga Rp10 ribu per porsi tidak lagi terbebani biaya royalti.
Komentar netizen lainnya juga ada yang lebih ekstrem. Seperti yang diutarakan pemilik akun @sotosa*to di platform media sosial X (dahulu twitter).
"Putar suara rakyat yang gak pernah didengar pemerintah aja." cuit akun @sotosa*to.
Adapula warganet yang memberikan komentar satire. Menurutnya, setelah pemutaran suara alam dan musik instrumentalia juga wajib bayar royalti, suara "buang angin" juga akan menjadi target berikutnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM tahun 2016, pengguna musik di ruang publik untuk tujuan komersial wajib membayar royalti kepada pencipta, penyanyi, atau pemegang hak musik terkait.
Berikut aturan tarif royalti musik yang ditetapkan pemerintah:
- Restoran dan kafe membayar royalti Rp60 ribu/kursi/tahun/lagu atau musik
- Pub, bar, dan bistro membayar royalti Rp180 ribu/meter persegi/tahun
- Seminar dan konferensi komersial Rp500 ribu/hari
- Bioskop membayar royalti Rp3.600.000/layar per tahun
- Pameran dan bazar Rp1.500.000/hari
- Konser musik 2% dari hasil kotor penjualan tiket + 1% dari tiket gratis
- Diskotek dan klab malam membayar ke pencipta Rp250 ribu/meter persegi/tahun
- Diskotek dan klab malam membayar ke hak terkait Rp180 ribu/meter persegi/tahun
- Diskotek dan klab malam membayar ke pencipta Rp250 ribu/meter persegi/tahun
Pelanggar Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp4 miliar.
Ketua Asosiasi Music Director Indonesia (AMDI), Awan Yudha juga turut berkomentar mengenai polemik royalti dan hak cipta ini. Menurutnya, kalau ada kafe atau tempat usaha yang memutar radio, seharusnya tidak perlu membayar royalti lagi untuk lagu yang diputar dari siaran radio tersebut.
Dia menjelaskan industri radio sudah ada kewajiban membayar royalti dan telah berjalan. Skemanya, melalui kolektif yang difasilitasi Perkumpulan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).
“Radio sudah membayar royalti. Apakah nanti ada bentuk kerja sama yang bisa disampaikan atau dikerjasamakan antara tempat usaha dengan radio, itu mungkin bisa saja terjadi,” ujarnya kepada media, Senin (4/8/2025).
Namun, pernyataan Ketua AMDI, Awan Yudha ini mendapat sanggahan dari Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), M. Rafiq.
Dia menyebut kafe atau restoran yang memutar lagu Indonesia lewat radio tetap wajib membayar royalti musik ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Pertimbangannya, sekalipun radio sudah bayar royalti, tetapi royalti yang dibayar untuk lagu yang disiarkan, bukan untuk tempat usaha restoran atau cafe. Sama seperti ketentuan yang mengatur layanan musik streaming seperti Youtube ataupun spotify.
Polemik berkepanjangan ini juga menarik perhatian para pembuat Undang-undang Hak Cipta tersebut.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menanggapi polemik hak cipta dan kewajiban pembayaran royalti lagu yang belakangan menjadi sorotan publik. Sufmi meminta Kementerian Hukum dan HAM segera merumuskan regulasi yang tidak menyulitkan semua pihak.
“DPR RI juga mencermati dunia permusikan yang beberapa saat ini ada dinamika. Kami sudah minta Kementerian Hukum yang membawahi LMK-LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) untuk membuat aturan yang tidak menyulitkan,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/8).
DPR RI melalui Komisi X saat ini menggulirkan revisi Undang-Undang Hak Cipta sebagai langkah untuk menjawab persoalan-persoalan di lapangan. Ia memastikan aturan yang lebih rinci terkait pengelolaan royalti lagu akan dimasukkan dalam revisi undang-undang tersebut. (*)