FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Payment ID bakal diuji coba mulai 17 Agustus 2025. Kebijakan pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) itu menuai beragam spekulasi.
Pengamat Politik Ekonomi, Heru Subagia misalnya, menilai rencana tersebut cara pemerintah memaksa uang haram keluar ke sektor real. Sehingga bisa menstimulasi ekonomi.
“Tentu cakupan yang diinginkan pemerintah positif. Dengan pendataan lalau lintas perbankan, otomatis uang non tunai tersebut akan disimpan tunai, dalam Dalam bentuk usaha-usaha yang real,” kata Heru, Sabtu (9/8/2025).
Uang haram dimaksud, misalnya kekayaan yang diperoleh dari cara melawan hukum. Seperti korupsi.
Pengawasan uang non tunai, dianggapnya bisa membuat uang-uang tersebut ditarik. Lalu dikonversi ke usaha real seperti membangun usaha.
“Tentunya diletakkan dalam portofolio investasi, mau beli tanah, mau bangun usaha. Itu positifnya,” terang alumni UGM ini.
Karenanya, ia mengaku sepakat jika uang non tunai diawasi ketat. Karena buntutnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
“Ini mungkin salah satu harapan, bagaimana memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga berdampak pada daya beli masyarakat. Ini positifnya,” jelasnya.
Di sisi lain, ia mengungkapkan kebijakan tersebut lebih ditujukan kepada elit. Atau memang pihak yang punya kekayaan
“Ini kebijakan serta sebenarnya, lebih menyasar ke orang elit, atau pengusaha nakal yang memang menggunakan lalu lintas perbankan maupun non perbankan, untuk transaksi gelap,” papar Ketua Kagama Cirebon Raya itu.
Jika Payment ID diterapkan, ia mengatakan potensi pajak juga ada. Karena bisa memantau setiap lalu lintas rekening.