Umar Samiun Sebut Tuntutan Jaksa Hanya Berdasarkan Asumsi dan Terkesan Ragu-ragu

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pasca pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu giliran Bupati Buton non aktif Samsu Umar Abdul Samiun memberikan tanggapan mengenai tuntutan JPU melalui pledoi (pembelaan,red) dalam sidang lanjutan dugaan suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/9) kemarin. Dalam pledoi yang disusunnya sendiri tersebut, Umar Samiun membantah hampir seluruh tuntutan Jaksa. Umar Samiun menilai, Jaksa dalam membuat tuntutan tidak berdasarkan bukti dan fakta di persidangan. Akan tetapi, berdasarkan asumsi dan terkesan ragu-ragu. “Yang membuat kami bingung, kok bisa ada beberapa keterangan Akil Mochtar dalam BAP yang dibacakan didalam persidangan tidak ada dalam surat tuntutan Jaksa. Begitu juga dengan keterangan Arbab Paproeka tidak termuat juga didalam surat tuntutan. Padahal, kesaksian mereka didalam persidangan itu dibawah sumpah,” tutur Umar Samiun. Surat tuntutan Jaksa yang dirasa janggal yaitu mengenai pertemuan pada tanggal 12 Agustus 2011 silam. Ada keanehan dalam penyusunan tuntutan terkait dengan persoalan tersebut. Dalam halaman 5 dan 6 Jaksa menyatkan bahwa Umar Samiun bertemu dengan Abu Umaya, La Ode Agus Mukmin dan Dian Farizka di Grand Hyatt yang bertujuan untuk membuatkan gugatan Umar Samiun dan La Uku-Dani. Akan tetapi, dalam halaman 288 Jaksa juga mengatakan pada 12 Agustus 2011 Umar Samiun bertemu di disekitaran Bundaran HI (bukan Grand Hyatt, red) antara dengan Dian Farizka, La Ode Agus Mukmin, Abu Umaya ditambah Sofyan Kaepa. Tujuannya, membahas materi permohonan keberatan sengketa Pilkada Kabupaten Buton yang akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi. “ Ini yang mana yang benar?,” tanya Umar Samiun saat membacakan pledoi di hadapan Hakim Ketua Ibnu Basuki Widodo. Masih mengenai pertemuan tersebut, Jaksa kemudian menguraikan bahwa setelah selesai membuatkan permohonan keberatan tersebut, maka pada 12 Agustus 2011 Umar Samiun kemudian memberikan uang kepada Dian Farizka melalui rekening Abu Umaya sebesar Rp. 10 juta. Ini menurut Umar Samiun bahwa Jaksa membuat uraian tersebut seolah-olah keterangan dari Abu Umaya. “Padahal fakta persidangan Abu Umaya sendiri tidak mengetahui kapan Dian Farizka membuat gugatan tersebut. Aanalisa yuridis dari Jaksa ini hanya berdasarkan opini karena sangat bertentangan dengan fakta persidangan yang ada,” tukasnya. Selanjutnya, mengenai proses persidangan di MK mengenai hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Buton. Nah, dalam proses PSU ini Hakim MK sudah memerintahkan KPU Buton untuk melakukan verifikasi administrasi maupun verifikasi faktual terhadap seluruh pasangan calon. Hasilnya, pasangan Agus Feisal Hidayat tidak mengajukan keberatan terhadap hasil verifikasi tersebut. “Hasil PSU kami keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara terbanyak. Setelah penetapan KPU, seluruh pasangan calon kemudian diperintahkan untuk membuat laporan hasil PSu, termasuk pasangan Agus Feisal Hidayat-Yaudu Salam Ajo,” urainya. “Namun, dalam laporan tersebut disertai dengan keberatan tentang persyaratan pencalonan kami. Padahal saat verfikasi administrasi dan faktual tidak keberatan. Nanti setelah kalah dalam PSU barulah pasangan calon tersebut keberatan terhadap persyaratan calon kami. Tapi dari hasil persidangan di MK keberatan mereka tidak terbukti,” tambahnya. Hal itu, lanjut Umar Samiun diperkuat dengan keterangan saksi Hakim MK saat itu Hamdan Zoelva, Muhammad Alim dan Akil Mochtar. Ketiganya sepakat bahwa dalam pengambilan keputusan bahwa pemenang adalah pemilik perolehan suara terbanyak dalam PSU. “Setelah dilakukan verifikasi ulang maka MK hanya menetapkan perolehan suara saja dalam putusan akhir dengankeputusan bulat tidak ada dissenting opinion untuk menerima hasil PSU tersebut,” jelas Hamdan Zoelva dalam kesaksiannya. (Hrm/Fajar)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan