Sistem Zonasi PPDB yang Menguras Pikiran dan Tenaga Orang Tua

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan ini semakin kencang protes terhadap sistem zonasi dalam PPDB tahun pelajaran 2019-2020. Bahkan Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Kecamatan Krian melayangkan surat kepada camat Krian. Isinya meminta sistem zonasi dihentikan. Dewan Pendidikan Sidoarjo juga kebanjiran pengaduan. Orang tua resah. FKKD melontarkan sebelas poin pokok protes. Intinya, anak-anak yang rumahnya jauh tidak bisa masuk sekolah negeri. Menurut Ketua FKKD Krian Kunadi, banyak siswa yang tidak diterima. Padahal, nilai mereka bagus. "Warga kami gaduh," ungkap Kades Sidomulyo tersebut. Dia berharap surat protes itu ditindaklanjuti. Sebab, keluhan datang dari berbagai desa se-Kecamatan Krian. Intinya, sistem zonasi merugikan anak. Warganya resah. Sistem itu juga berpotensi terbitnya surat keterangan domisili yang tidak sesuai dengan kenyataan. "Bukan hanya SMA, tetapi juga SMP," tegas Kunadi. Selain melalui kepala desa, orang tua meluapkan kekecewaan mereka lewat dewan pendidikan. "Saat ini masyarakat belum bisa menerima,'' kata Ketua Dewan Pendidikan Sidoarjo Musahili. Tujuan sistem zonasi ialah pemerataan pendidikan. Kenyataan di lapangan tidak demikian. Sebab, jumlah sekolah di Kabupaten Sidoarjo masih terbatas. Misalnya, SMA negeri. Anak dari Tulangan, Sukodono, dan kecamatan lain yang tidak punya SMAN tidak mungkin bisa bersekolah di SMA negeri. Baca Juga: Bupati Batang Berharap Sistem Zonasi PPDB Tidak Dipermasalahkan "Sampai kapan pun tidak akan bisa diterima,'' katanya. Orang tua, lanjut Musahili, sampai nangis-nangis. Bahkan, mau demonstrasi. Menurut dia, seharusnya jumlah dan kualitas SMA merata dulu. Akibat sistem zonasi, sekolah yang sudah sangat bisa menurun.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan