Lemahnya Critical Thinking
Cocokologi diminati di masyarakat kita, bisa jadi karena lemahnya critical thinking atau berpikir kritis. Orang tidak mau bersusah-susah konfirmasi terhadap sesuatu, apalagi mau cari sesuatu di kitab-kitab tebal. Padahal, saat ini, langkah paling minim dalam konfirmasi sesuatu adalah di google. Kita bisa mendapatkan banyak informasi bahkan berbagi informasi dengan sejawat di media sosial untuk mendapatkan informasi yang paling terang.
Jika tidak punya info yang terang, maka orang sudah pasti berada dalam info yang gelap. Kegelapan info akan membuat pikiran orang jadi gelap. Cenderung curigaan kepada orang lain. Mata kepalanya selalu konspiratif ketika melihat sesuatu yang terlihat asing. Jika tidak diubah, maka orang seperti itu akan terjebak dengan sikap phobia. Itulah yang terjadi misalnya dalam kasus islamophobia atau kebencian terhadap Islam oleh orang-orang yang tidak mengenal Islam dengan baik. Sekedar dapat info hoax, agitatif, konspiratif, dan menyesatkan, orang bisa langsung percaya.
Padahal, sebagai manusia merdeka, kita sebaiknya tidak mudah percaya dengan informasi yang beredar, terutama dari sumber yang tidak terverifikasi. Bahkan, sumber yang terlihat terverifikasi juga tidak ada salahnya untuk ditanyakan kembali, diuji kembali dengan fakta-fakta pembanding. Artinya, "man behind the gun" itu juga pasti orang yang terbatas dalam informasi, data, dan analisis. Maka, mereka pasti akan mengeluarkan sesuatu yang mereka tahu--pada kadarnya.
Itulah kenapa dalam ilmu pengetahuan yang namanya kritik itu sangat biasa. Bahkan, kritik itu wajib. Sebab kritik akan memperkaya ilmu pengetahuan. Adapun broadcast yang beredar--terutama dari sumber yang meragukan atau tidak ada sumbernya--di media sosial sebaiknya juga kita lihat sebagai sebuah "objek" yang perlu dipertanyakan kembali: apa betul? Memang tidak mudah, tapi ini bisa memperkaya dan menyehatkan akal pikiran kita.