Covid-19: Telaah Kesigapan & Kesiapan Negara

  • Bagikan

Nyatanya, sudahkah negara Indonesia memiliki tingkat kesiapan yang cukup untuk          menghadapi wabah virus ini? Ditinjau dari panduan resmi WHO, setiap negara seharusnya sudah mengambil tindakan strategis sejak sebelum negara tersebut menemukan kasus infeksi virus. Lebih lanjut, panduan resmi WHO bertajuk ​Operational considerations for case management of COVID-19 in health facility and community menyatakan bahwa “pada kondisi negara yang dimana belum terdapat kasus infeksi, negara harus menyiapkan protocol screening pada setiap unit pelayanan kesehatan, menyediakan protokol kanal informasi/​call center mengenai COVID-19, serta aktif melakukan penelusuran medis untuk menemukan adanya kasus infeksi” (World Health Organization, 2020). Sayangnya, beberapa langkah pemerintah di waktu itu sama sekali tidak menandakan kesiapan dalam menghadapi masuknya COVID-19 ke Indonesia. Salah satu buktinya adalah pernyataan dari beberapa petinggi negara termasuk presiden yang menafikan kemungkinan penyebaran COVID-19 di Indonesia. Bahkan, Menteri Kesehatan Indonesia Terawan Agus Putranto secara terang-terangan menegasikan penelitian Profesor Marc Lipstich dari ​Harvard School of Public Health ​ yang mengkritik metode deteksi infeksi oleh pemerintah Indonesia (Kompas.com, 2020). Hal ini tentu berkontradiksi dengan saran tindakan strategis yang dianjurkan oleh WHO sendiri.

Disisi lain, setelah terjadi lonjakan kasus infeksi, nampaknya upaya mitigasi yang sejauh ini dilakukan negara masih memerlukan segudang koreksi dan evaluasi. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Indonesia masih kekurangan suplai Alat Pelindung Diri (APD). Disisi lain upaya penanganan di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, dan di Pulau Jawa secara umumnya belum terbukti bisa menangani jumlah infeksi yang terus melonjak. Opini saya arahkan kepada dua sisi negara, yaitu pemerintah (government) dan masyarakat (civil society). Pada sisi pemerintah, belum ada ketegasan untuk menerapkan sistem mitigasi dengan penyesuaian pada konteks Indonesia. Sedangkan sisi masyarakat juga belum menunjukkan kesiapan, bahkan sekedar kesadaran, secara menyeluruh baik secara individu maupun kolektif. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya penemuan akan masyarakat yang masih, ​‘keluyuran’ untuk memanfaatkan kondisi ​work from home, melakukan mobilitas antar daerah untuk mudik, hingga masih pergi ke tempat kerja ditengah-tengah anjuran untuk menghentikan aktivitas. Namun menyalahkan sepenuhnya pada kesadaran masyarakat juga tidaklah tepat dikarenakan belum ada mekanisme dari pemerintah yang bias menjamin seluruh kebutuhan masyarakat agar terpenuhi di tengah-tengah maraknya anjuran ​work from home ​ dan​ social distancing ​ ini. Terutama pada masyarakat yang status sosialnya berada dibawah rata-rata.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan