Remaja belum aware pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Pengetahuan mereka sangat terbatas tapi mereka harus menikah, hamil dan jadi ibu.
Pengamat kesehatan dr Reisa Broto Asmoro menilai penting agar sekolah memasukkan materi edukasi stunting dan gizi ke dalam kurikulum.
Materi itu bisa diselipkan dalam materi saat remaja belajar tentang fase reproduksi. Sebab remaja adalah cikal bakal yang akan memulai kehidupan keluarga di masa depan.
“Indonesia darurat stunting. Kita butuh gerakan yang nyata, yang bisa mengubah kondisi ini. Kondisi anak sudah stunting tidak bisa berubah, yang penting bagaimana kita harus menyelamatkan generasi setelahnya,” ujar dr. Reisa.
Menurut dr Reisa, saat ini tidak ada ilmu parenting di sekolah. Oleh karena itu, kata dia, sudah seharusnya pemerintah memasukan ilmu ini di masa remaja yang sedang ingin tahu segala sesuatu, apalagi di masa pubertas. Kalau tidak punya pengetahuan, mereka nggak akan siap saat harus merawat anak.
“Edukasi di usia remaja, sejak usia 10-19 tahun adalah masa krusial. Harus tepat informasinya. Apalagi Indonesia kebanyakan mitosnya yang belum tentu benar tapi lebih dipercaya. Takutnya info yang kurang tepat akan mereka bawa terus sampai nanti punya anak,” tambah dr. Reisa.
“Kalau masa remaja enggak dapat ilmu, akan sulit untuk membangun keluarga berkualitas. Indonesia adalah negara emergency terhadap stunting. Kita harus mulai berubah. Stunting adalah kondisi yang enggak bisa balik lagi. Makanya selamatkan generasi setelahnya,” tambahnya.